BAB II
KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DIANDALUSIA
A. Kemajuan Peradaban Islam di Andalusia
Terbentuknya
Dinasti Bani Umayyah II di Andalusia, telah melalui beberapa peristiwa penting,
yaitu peristiwa pengambil alihan kekuasaan dari para wali ke tangan para amir yang
disebut dengan periode keamiran hingga terbentuknya sistem khilafah saat itu.
Dari situlah mulai dikenal khilafah Bani Umayyah II. Abdurrahman Al-Dakhil adalah Amir
pertama yang berhasil menguasai Andalusia, ia adalah salah seorang cucu dari
Abdul Malik Ibn Marwan yang berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan Abu
Abbas Al-Saffah. Melalui rute yang tidak bisa dilalui, akhirnya ia berhasil
memasuki wilayah Palestina, lalu ke Mesir, Afrika Utara hingga tiba di Ceuta
(Septah). Di wilayah inilah ia mendapat bantuan dari bangsa Barbar dan menyusun
kekuatan militer guna menyelesaikan konflik etnik politik antara bangsa Arab
Mudhariyah dengan Himyariyah di Andalusia.
Abdurrahman
diminta oleh pihak Arab Himyariyah untuk membantu merencanakan dan melaksanakan
pemberontakan terhadap kelompok Mudhariyah. Gubernur Yusuf Ibn Abdurrahman
Al-Fikry, yang mewakili kelompok Arab Mudhariyah, menindas kelompok Arab
Himyariyah. Sebelum melancarkan serangan, Abdurrahman mengutus orang
kepercayaannya bernama Bardar untuk mencari tahu perkembangan terakhir yang tetrjadi. Utusan itu diterima dengan
baik oleh kabilah-kabilah Arab karena ia merupakan utusan dari keturunan Bani
Umayyah yang berkuasa di Damaskus. Badar memperoleh informasi mengenai
perkembangan politik muktahir yang terjadi di Andalusia. Berita inilah yang
kemudian ia sampaikan kepada Abdurrahman Al-Dakhil. Dari data dan informasi
yang dikumpulkan, akhirnya Abdurrahman dan para pendukungnya memasuki wilayah
Andalusia
pada tahun 755 M. Dan memenangkan peperangan di Massarat pada tahun itu juga,
sehingga ia menduduki tahta kekuasaan Andalusia sebagai bagian dari kekuasaan
Dinasti Umayyah di Andalusia, yang saat itu telah hancur dikalahkan oleh
kekuasaan Bani Abbas.
Yusuf
Ibn Abdurrahman Al-Fikry sangat marah setelah melihat Abdurrahman Al-Dakhil
datang bersama pengikutnya. Karena ia dianggap penentang dan mengancam
kekuasaannya di Andalusia. Kedatangan mereka ke Andalusia ini tidak dianggap
remeh oleh Yusuf. Dengan berbagai cara, Yusuf mencoba mengusir Abdurrahman Al-Dakhil
dan para pendukungnya. Sehingga kelompok Abdurrahman melakukan serangan atas
kekuasaan Yusuf di Cordova pada tahun 139 H / 758 M. Kemenangan ini
membawa harum nama Abdurrahman Al-Dakhil. Sejak saat itulah ia mendirikan
kekuasaan Islam di Andalusia, sebagai bagian dari kepanjangan kekuasaan Bani
Umayah yang telah dihancurkan Bani Abbas pada tahun 132 H / 750 M.
Sejak
Abdurrahman Al-Dakhil menjabat sebagai penguasa Islam di Andalusia, ia
menghadapi berbagai gerakan pemberontakan internal. Gangguan pihak luar
terbesar adalah serbuan pasukan Paoin, seorang raja Perancis dan puteranya yang
bernama Charlemagne. Namun pasukan pengganggu ini dapat dikalahkan oleh
kekuatan Abdurrahman Al-Dakhil. Hanya saja sebelum usia tugasnya menghancurkan
kekuatan musuh dan memantapkan kekuasaannya di Andalusia, ia keburu meninggal
pada tahun 172 H / 788 M.
Pasca
meninggalnya Abdurrahman Al-Dakhil tidak menyurutkan niat generasi penerusnya
untuk tetap mempertahankan kekuasaan. Posisi Abdurrahman Al-Dakhil digantikan
oleh puteranya, yaitu Hisyam I (172-180 H / 788-796 M). Dalam catatan sejarah,
Hisyam I dikenal sebagai seorang Amir yang lemah lembut dan administratur yang
liberal. Semasa ia menjabat, banyak pemberontakan terjadi, diantaranya adalah
pemberontakan di Toledo yang dilakukan oleh dua orang saudaranya, yaitu
Abdullah dan Sulaiman. Pemberontakan tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
Usai mengatasi pemberontakan tersebut, Hisyam melancarkan serangan ke bagian
Utara Andalusia. Di sini terdapat kelompok kristen yang sering kali mengganggu
keamanan dan ketertiban pemerintahannya. Kota Norebonne dapat dikuasai,
sementara suku-suku yang tinggal di Galica mengajukan perundingan perdamaian. Hisyam
adalah merupakan sosok pemimpin yang memiliki sifat lemah lembut dan bijaksana.
Ia terus melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyatnya.
Hampir setiap malam ia melakukan inspeksi ke pemukiman-pemukiman penduduk.
Mengunjungi orang yang sedang sakit, dan membantu mereka dengan materi atau
uang yang mereka butuhkan. Hal itu dilakukan karena ia ingin mendengar dan
melihat sendiri nasib rakyatnya yang diderita rakyatnya.
Meskipun
tampak kelihatan lemah lembut, ada sifat tegas yang tersembunyi di dalamnya,
terutama kepada para pemberontak dan perusuh negara. Sifat ini dibawa hingga
ajalnya tiba pada tahun 207 H / 796 M. Pasca meningglnya Hisyam I, posisi
kekuasaannya digantikan oleh Hakam (180-207 H / 796-822 M). Selama masa
kekuasaannya, banyak terjadi gerakan pemberontakan, baik yang dilakukan oleh
saudaranya, yaitu Abdullah yang mendapat dukungan militer dari Charlemagne dan
berhasil menyusup ke wilayah Islam, sedang Alfonso panglima suku Galicia,
menyerang Aragon. Semua serangan tersebut dapat digagalkan oleh Hakam. Setelah
itu, ia berusaha mengatasi gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh kedua
saudaranya, yaitu Abdullah dan Sulaiman.
Selama dalam kepemimpinannya telah terjadi pemberontakan di beberapa wilayah kekuasaannya, baik yang dilakukan oleh Kristen Eropa maupun oleh pihak muslim sendiri.
Selama dalam kepemimpinannya telah terjadi pemberontakan di beberapa wilayah kekuasaannya, baik yang dilakukan oleh Kristen Eropa maupun oleh pihak muslim sendiri.
Gerakan
pemberontakan terbesar dan terlama dilakukan oleh Umar Ibn Hafsyun.
Pemberontakan ini dapat diatasi oleh penguasa sesudah Munzir (273-275 H /
886-888 M), yaitu Abdullah (275-300 H/888-912 M) di bawah panglima Obaydillah.
Kondisi aman mulai terlihat sejak pemberontak Umar Ibn Hafsyun dikalahkan.
Abdullah merupakan Amir terakhir sebelum berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah
II diproklamirkan oleh Abdurrahman III.
Proses
pembentukan pemerintahan Islam di Andalusia yang menggunakan sistem khalifah,
tidak berlangsung mulus. Banyak pemberontakan terjadi dan kendala yang dihadapi
para penguasa saat itu. Kondisi itu baru teratasi dengan baik, sejak akhir masa
kekuasaan Abdullah yang masih menggunakan sistem keamiran hingga masa awal
pemerintahan Khalifah Abdurrahman III. Berdirinya Bani umayyah II di
Andalusia
1.
Abdurrahman
al-Dakhil (138-172 H./ 757-788 M.). Abdurrahman Al-Dakhil adalah
keturunan Bani Umayah pertama yang menjadi penguasa dan pelangsung kekuasaan
Bani Umayah di Andalusia, tapi ia bukan termasuk salah seorang Khalifah Bani
Umayah.
Abdurrahman
dalam memimpin Andalusia tidak menggunakan khlaifah, tetapi menggunakan istilah
Amir. oleh karena itu, dalam jajaran kekhalifahan Bani Umayah di
Andalusia dia dikenal sebagai perintis dan pembuka jalan bagi terbentuknya
Dinasti Bani Umayah II di Eropa. Penguasa Bani Umayah sebenarnya yang
menggunakan gelar khalifah adalah Abdurrahman III yang berkuasa selama lebih
kurang 50 tahun. Walau demikian, dalam cacatan penting sejarah Islam, khususnya
yang berkenaan dengan Dinasti Bani Umayah II di Andalusia, ia dimasukkan
sebagai seorang penguasa Bani Umayah yang paling menonjol, karena
keberhasilannya membangun dasar-dasar dan pengembangan kekuasaan Islam di
Eropa.
Setelah
Abdurrahman Al-Dakhil berhasil menguasai wilayah Spanyol dengan menundukkan
penguasa Islam lokal bernama Yusuf Ibn Abdurrahman Al-Fikry tahun 758,
Abdurrahman Al-Dakhil melakukan berbagai rencana kegiatan untuk membangun
kerajaan besar, sebagai penerus dari Dinasti Bani Umayyah yang pernah berkuasa
di Damaskus, Syiria. Langkah pertama untuk memperkuat posisinya adalah untuk
memperbaiki keadaan dalam negeri, baik dari segi politik, keamanan, ketertiban
dan pembangunan lainnya. Hampir selama masa kekuasaan, energinya dipergunakan
untuk mempertahankan berbagai serangan yang datang, baik dari dalam wilayah
kekuasaannya sendiri maupun dari luar. Misalnya, ancaman yang datang dari Abu
Ja’far Al-Mansur (137-159 H / 754-775 M), seorang penguasa Bani Abbas kedua,
yang bekerja sama dengan Karl Martel, penguasa Perancis untuk menghancurkan
kekuasaan Abdurrahman Al-Dakhil. Selain itu, datang pula ancaman dari Peppin,
ayah Karl Martel. Sekitar tahun 146 H, Al-Mansur mengutus Al-Ula beserta
pasukannya untuk menyerang kekuasaan Abdurrahman, tetapi usaha tersebut
mengalami kegagalan, karena kekuatan Al-Ula dapat dipukul mundur oleh kekuatan
Abdurrahman Al-Dakhil.
Selain ancaman dan serangan tersebut di atas, sekitar tahun 160 H/775 M, datang serangan yang dilakukan oleh Yusuf Ibn Abdurrahman al-Fikry, mantan penguasa Spanyol dan Sulaiman Ibn Al-Araby. Mereka bekerja sama dengan Karl Martel untuk menggulingkan Abdurrahman. Akan tetapi usaha mereka legi-legi mengalami kegagalan. Kemenangan ini membuat posisi Abdurrahman Al-Dakhil semakin kuat, sehingga ia dapat melakukan berbagai kegiatan pembangunan, sesuai yang direncanakannya. Usaha pertamanya adalah pembangunan masjid agung di Cordova, yaitu masjid Al-Hamra. Pembangunan itu dilanjutkan pada masa anaknya, yaitu Hisyam I (172-180 H/ 788-796 M).
Beberapa jasa Abdurrahman al-Dakhil diantaranya adalah : Membangun masjid dan beberapa gedung-gedung perguruan beserta lembaga-lembaga ilmiah, seperti Universitas Cordova yang sangat terkenal dan melahirkan banyak ilmuan muslim berkaliber dunia. Selain itu, ia juga membangun irigasi untuk keperluan pertanian, sehingga hampir semua ladang yang dulunya tidak ditanami, pada masa pemerintahannya tumbuh dengan berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Andalusia saat itu.
Selain ancaman dan serangan tersebut di atas, sekitar tahun 160 H/775 M, datang serangan yang dilakukan oleh Yusuf Ibn Abdurrahman al-Fikry, mantan penguasa Spanyol dan Sulaiman Ibn Al-Araby. Mereka bekerja sama dengan Karl Martel untuk menggulingkan Abdurrahman. Akan tetapi usaha mereka legi-legi mengalami kegagalan. Kemenangan ini membuat posisi Abdurrahman Al-Dakhil semakin kuat, sehingga ia dapat melakukan berbagai kegiatan pembangunan, sesuai yang direncanakannya. Usaha pertamanya adalah pembangunan masjid agung di Cordova, yaitu masjid Al-Hamra. Pembangunan itu dilanjutkan pada masa anaknya, yaitu Hisyam I (172-180 H/ 788-796 M).
Beberapa jasa Abdurrahman al-Dakhil diantaranya adalah : Membangun masjid dan beberapa gedung-gedung perguruan beserta lembaga-lembaga ilmiah, seperti Universitas Cordova yang sangat terkenal dan melahirkan banyak ilmuan muslim berkaliber dunia. Selain itu, ia juga membangun irigasi untuk keperluan pertanian, sehingga hampir semua ladang yang dulunya tidak ditanami, pada masa pemerintahannya tumbuh dengan berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Andalusia saat itu.
2.
Hisyam
Ibn Abdurrahman (172-180 H/788-796 M) Pasca meninggalnya Abdurrahman,
pemerintahan dipegang oleh anaknya bernama Hisyam. Ia dikenal sebagai seorang
pemimpin yang sholeh dan adil bijaksana. Masa pemerintahannya dipergunakan
untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya. Ia mempunyai
perhatian yang sangat besar terhadap rakyatnya yang miskin. Sehingga hampir
seluruh lapisan masyarakatnya merasakan hasil-hasil pembangunan yang dikerjakan
pada masa pemerintahan Hisyam. Di antara usaha pembangunan yang dilakukannya
adalah sebagai berikut;
a. Bidang pendidikan Di
antara jasanya yang paling besar adalah mempergiat perkembangan ilmu pengetahuan
dan penelitian serta perluasan pengguanaan bahasa Arab sebagai bahasa ilmu
pengetahuan dan budaya serta bahasa percakapan sehari-hari. Sehingga lambat
laun bahasa Arab mengalahkan bahasa Arab mengalahkan bahasa Latin dalam
berbagai kegiatan di semenanjung Liberia itu.
b. Bidang pengembangan fisik Pada
masa pemerintahannya, Hisyam I berhasil merampungkan pembangunan masjid
Al-Hamra di Cordova, sehingga menjadi sebuah masjid megah dan mempesona banyak
orang. Masjid itu tidak hanya dipergunakan sebagai tempat ibadah, tetapi juga
untuk lembaga pendidikan. Selain itu, ia juga memperluas bangunan irigasi untuk
pertanian dan pembangunan saluran air ke berbagai kota di Andalusia.
c. Bidang hokum Di masa pemerintahan Hisyam I, mulai
berkembang mazhab Maliki. Mazhab hukum Islam itu dibawa dan dikembangkan
di Andalusia oleh para pengikutnya yang mendapat perlindungan Hisyam I. Dalam
masalah penegakan hukum, Hisyam I ikut memberikan dorongan agar semua hak-hak
seseorang diperhatikan dengan baik dan dilindungi. Karena keadilan dan
ketertiban yang ada, maka pemerintahan Hisyam I yang hanya berklangsung selama
7 tahun 7 bulan, berjalan dengan baik hingga ia meninggal dunia pada tahun 180
H/796 M.
3. Abdurrahman II (al-Awsath, 206-238
H/822-852 M) Al-Awsath telah menerima jabatan sebagai seorang amirdalam
usia yang masih cukup muda, yaitu usia 31 tahun. (penguasa) Islam di Andalusia,
menggantikan posisi ayahnya. Berbeda dengan sikap dan kebijakan ayahnya,
Al-Hakam. Al-Hakam tidak berlaku adil, kurang peduli terhadap kepentingan
masyarakat, sehingga ia sangat dibenci. Sementara Al-Awsath disukai, karena
kebijakannya yang memihak masyarakat dan sikapnya yang tegas dan berani,
terutama dalam mengatasi berbagai pemberontakan yang ada. Diantara
usaha-usaha yang dilakukan selama 31 tahum memimpin adalah :
a. Politik dalam negeri Mengatasi
pemberontakan Usaha pertama yang dilakukannya adalah memadamkan
pemberontakan yang terjadi di dalam negeri. Setelah terkendalinya keadaan, dan
situasi politik dalam negeri mulai stabil, ia berusaha keras untuk melakukan
pembangunan dalam berbagai bidang. Sehingga negara menjadi makmur. Membangun
masjid dan memperindah kota.
Dalam masa
pemerintahannya, Abdurrahman II berhasil membangun kota dan daerah Lusitania,
Murcia, Valencia, Castile dan kota-kota lainnya. Kota-kota tersebut diperindah
dengan bangunan-bangunan umum, seperti masjid-masjid besar, perpustakaan dan
lain-lain, termasuk pembangunan pabrik senjata di Cartagena dan Cadiz. Memajukan
ilmu pengetahuan Pada masa pemerintahan Abdurrahman Al-Awsath, banyak lahir
ilmuwan muslim dan para filosuf kenamaan. Ia membangkitkan gairah keilmuan para
intelektual untuk terus melakukan kajian keilmuan dalam berbagai bidang
disiplin ilmu dan peradaban lainnya. Untuk kepentingan itu, ia banyak membangun
sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang dilengkapi dengan perpustakaan.
b. Kebebasan beragama Salah
satu kebijakan yang dikeluarkan pada masa pemerintahannnya adalah kebebasan
beragama. Umat Kristen dan umat non-Muslim lainnya diberikan kebebasan untuk
menjalankan ajaran agama yang mereka anut. Antara satu agama dengan pemeluk
agama yang lain tidak dibenarkan memaksakan kehendak dan ajarannya kepada ogama
lain. Kebijakan dan toleransi beragama ini pada akhirnya berdampak positif, karena
banyak penganut agama lain memeluk Islam.
c. Politik luar negeri Pada
tahun 808 M terjadi serangan besar-besaran Raja Alfonso II dari kerajaan Lyon
ke wilayah kekuasaan Abdurrahman II, sehingga beberapa kekuasaan Abdurrahman di
Andalusia berhasil dikuasai, misalnya kota pelabuhan Porto. Keberhasilan
tenatra Alfonso ini membuat semangat juang mereka terus bertambah besar,
sehingga usaha penyerangan terus dilakukan hingga mencapai wilayah Lusiana, dan
berhasil merebut Lisabon. Akan tetapi, ambisi pasukan Alfonso terbendung oleh
kekuatan pasukan Abdurrahman, sehingga mereka berhasil mengusir kekuatan
pasukan asing. Dengan demikian, dapat dikatakn salah satu kebijakan politik
Abdurrahman II adalah mencegah masuknya pasukan asing ke wilayah Andalusia. Hal
itu dilakukan demi terciptanya keamanan dan perdamaian di wilayah Andalusia
yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan Abdurrahman II.
Untuk
memperkuat pengaruh dan posisinya di mata para penguasa di luar Andalusia,
Abdurrahman mengadakan perjanjian persahabatan dengan kerajaan Byzantium dan Navarra pada tahun 836 M.
Perjanjian itu dimaksudkan untuk menciptakan persahabatan dan kerja sama antara
kedua negara dalam berbagai bidang, terutama politik dan ekonomi. Selain itu,
juga bertujuan untuk membendung kekuatan serangan yang setiap saat datang di
kerajaan Franka.
3.
Abdurrahman
III (300-350 H/911-961 M)
Abdurrahman
III dijuluki Al-Nashir (penolong). Ia naik menjadi pemimpin dalam usia yang
sangat muda, yaitu pada usia 21 tahun. Ia diangkat menjadi pemimpin setelah
ayahnya meninggal dunia. Kemudian pada tahun 301 H/913 M Abdurrahman
mengumpulkan pasukan militer yang sangat besar. Sehingga para perusuh dan
musuh-musuhnya merasa gentar dengan pasukan yang kuat dan besar itu. Dengan
kekuatan yang dimilikinya, Abdurrahman melakukan penaklukan kota-kota di
bagian Utara Spanyol tanpa perlawanan. Setelah itu, ia berhasil menaklukan
Seville dan beberapa kota penting lainnya. Para perusuh dan penentangnya,
seperti kaum Kristen Andalusia yang selama itu menjadi penentang utama
kekuasaan Islam, tidak berani melakukan perlawanan terhadap Abdurrahman III.
Hanya masyarakat kota Toledo yang berusaha menentang kekuasaan
Abdurrahman III ini. Tetapi, usaha mereka semua dapat digagalkan, karena
kekutan pasukan Abdurrahman III tidak ada tandingannnya saat itu. Setelah ia
berhasil menaklukkan masyarakat Kristen di Toledo ini, Abdurrahman meneruskan
usahanya untuk menundukkan kekuatan Kristen di bagian Utara Andalusia.
Abdurrahman
dikenal sebagai seorang pemimpin Islam yang tegas dan bijaksana. Ia akan segera
menghancurkan semua gerakan yang akan menantang kekuasaannya. Untuk mewujudkan
keinginannya itu, ia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk perbaikan
pemerintahannya. Di antara kebijakan itu adalah sebagai berikut:
a.
Politik
dalam negeri Sejak awal menjalankan pemerintahannya di Andalusia ia sudah
menghadapi beberapa pemberontak, baik dari intern umat Islam ataupun olek
kelompok Kriste. Setelah dua tahun memangku jabatan sebagai penguasa Islam di
Andalusia, Abdurrahman III menghadapi serangan dari Ordano II, kepala suku Lyon
yang berusaha merebut beberapa wilayah kekuasaan Islam. Pada saat bersamaan,
Abdurrahman juga tengah berselisih dengan Al-Mu’iz, Khalifah Fathimiyah di
Mesir. Untuk mengatasi persoalan dalam negeri dan mengusir para perusuh,
Abdurrahman III memberikan kepercayaan kepada Ahmad Ibn Abu Abda. Tugas itu
dijalankan dengan baik, sehingga pasukan Ordano II terdesak. Melihat kenyataan
ini, akhirnya Ordano II berkoali dengan pasukan Sancho, kepala suku dari
Nevarra. Namun, usaha usaha koalisi mereka dapat dipatahkan oleh Abdurrahman
III setelah berhasil mengatasi konflik dengan Khalifah Fathimiah. Dalam
pertempuran itu, akhirnya Ordano II dan Sancho tewas terbunuh.
Setelah
Abdurrahman III berhasil mengatasi gejolak politik dan peperangan di dalam
negeri dan berhasil mengatasi persoalan dengan Al-Mu’iz, akhirnya ia
melapaskan gelar Amir dan memproklamirkan gelar baru, yaitu khalifah dengan
sebutan Al-Nashir li Dinillah. Sejak saat itulah para penguasa Islam di Andalusia
menggunakan gelar tersebut. Dengan demikian pada masa ini terdapat dua
khalifah Sunni di dunia Islam; satu di Bagdad dan satunya lagi di Andalusia.
Sementara di dunia Syi’ah, terdapat satu khalifah di Mesir, yaitu khalifah dari
Dinasti Fathimiah.
b.
Politik
luar negeri Setelah berhasil membangun kekuatan politik di dalam negeri,
Abdurrahman melakukan exspansi ke luar Andalusia. Hal itu dilakukan sebagai
perwujudan dari kebijakan politik luar negeri yang diambilnya. Salah satu
exspansi yang dilakukan adalah serangan ke wilayah Afrika Utara, yang sedang
diincar oleh Dinasti Fathimiah. Kalau wilayah Afrika Utara tidak dapat
dikuasai, maka akan dengan mudah pasukan lain masuk ke wilayah Andalusia. Pada
masa ini, Dinasti Fathimiah di Afrika Utara tengah berusaha melancarkan
perluasan wilayah ke Barat, bahkan dengan bekerja sama dengan Umar Ibn Hafsun,
Dinasti Fathimiah berusaha menaklukan kekuatan Umayyah di Andalusia. Untuk
menahan kekuatan Dinasti Fathimiah itu, Abdurrahman III mendapat bantuan dari
penduduk Afrika Barat, dan ia berhasil menaklukan sebagian wilayah tersebut.
Akan tetapi, kemenangan itu hanya bersifat sementara karena tak lama kemudian
datang serangan yang sangat hebat yang datang dari suku-suku Kristen, sehingga
pasukan Abdurrahman III terdesak ke luar Afrika.
Kebesaran
khalifah Abdurrahman telah melambung tinggi hingga ke Konstatinopel, Italia,
Perancis dan Jerman. Negara-negara ini berusaha menjalin hubungan kerja sama
dengan mengirim duta besar mereka ke Andalusia. Hal ini membuktikan bahwa
Abdurrahman III tidak hanya sebagai seorang Khalifah yang memuliki kepedulian
di bidang militer atau hal-hal yang berkaitan dengan persoalan dalam negeri,
tetapi juga sangat peduli dalam bidang diplomatik. Hubungan diplomatik ini akan
sangat membantu kerja khalifah di luar negeri.
c.
Mendirikan
angkatan laut.
Untuk
memberikan keamanan yang terbaik bagi rakyatnya, maka Abdurrahman melakukan
kebijakan dalam bidang militer. Salah satu kebijakan yang diambil adalah
rekruitmen atau pengangkatan tentara dari masyarakat non-Arab, terutama dari
bangsa Franka, Italia dan Slavia. Mereka didik secara militer, sehingga menjadi
pasukan yang terlatih dan terampil berperang, selain sangat patuh terhadap
khalifah. Salah satu alasannya karena ia tidak suka terhadap para bangsawan dan
masyarakat Arab yang seringkali melakukan gerakan perlawanan dan menentang
kebijakan-kebijakan yang dibuat Khalifah Abdurrahman III.
Kebijakan
ini tentu saja menimbulkan amarah dari para bangsawan Arab, sehingga mereka
melakukan pemberontakan. Sayangnya, pemberontakan mereka dapat dikalahkan oleh
pasukan Abdurrahman III ini. Dalam pertempuran Al-Khandaq dan pengepungan kota
Zamora, militer Arab menderita kekalahan besar sehingga mereka tidak dapat
berkutik lagi.
Konflik
internal Umat Islam antara Khalifah Bani Umayyah dengan Khalifah Fathimiah di
Afrika saat itu, melahirkan ide besar Abdurrahman III. Untuk menguasai jalur
Laut Tengah dan benua Afrika, Khalifah memerlukan angkatan laut yang cukup
besar. Untuk itulah ia membentuk armada angkatan laut yang dilengkapi dengan
300 buah kapal perang. Dengan kekuatan ini, pasukan Umayyah berhasil menguasai
Ceuta (Septah) di ujung benua Afrika Utara, sehingga dengan mudah menguasai
wilayah-wilayah lain di sekitar Ceuta.
d.
Membangun
Kota Cordova Pada awalnya kota Cordova merupakan kota kecil yang tidak
memiliki daya tarik bagi bangsa lain. Namun setelah khalifah Abdurrahman III
berhasil menguasai kota Cordova, maka ia menjadikan kota Cordova sebagai kota
terbesar dan termegah di dunia saat itu. Kebesaran dan kemegahan kota tersebut
ditandai dengan adanya istana dan bangunan gedung-gedung mewah, masjid-masjid
besar, jembatan yang kokoh dan panjang yang melintasi sungai Wail Kabir dan
Madinah Al-Zahra, sebagai salah satu kota kecil dan mungil yang terletak di
salah satu penjuru Cordova. Pada masa itu, Cordova memiliki 300 masjid besar,
100 istana megah, 1.300 gedung dan 300 buah tempat pemandian umum.
Selain itu, pembangunan irigasi dan pertanian menjadi ciri utama kota tersebut, sehingga hasil pertanian menjadi salah satu barang komoditi yang bisa diperdagangkan. Disamping itu, terdapat perkembangan lain di kota ini, dan hal yang tak kalah pentingnya adalah pengembangan ilmu, pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga Cordova di kenal sebagai pusat peradaban Islam di Barat.
Selain itu, pembangunan irigasi dan pertanian menjadi ciri utama kota tersebut, sehingga hasil pertanian menjadi salah satu barang komoditi yang bisa diperdagangkan. Disamping itu, terdapat perkembangan lain di kota ini, dan hal yang tak kalah pentingnya adalah pengembangan ilmu, pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga Cordova di kenal sebagai pusat peradaban Islam di Barat.
e.
Memajukan
ilmu pengetahuan Abdurrahman III tidak hanya mampu mengendalikan kondisi
politik ke yang lebih baik dan beberapa pembangunan yang terus mengalami
kemajuan, malainkan juga berhasil memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban
Islam. Ia juga memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang berkaitan dengan
upaya pengembangan ilmu pengetahuan itu. Misalnya, ia banyak mendirikan lembaga
pendidikan dan perpustakaan, sehingga pada masanya banyak sarjana yang lahir
sebagai intelektual muslim yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga
Cordova menjadi pusat perhatian dan kunjungan para sarjana atau pencari ilmu
dari berbagai negara di Eropa, Asia Barat dan Afrika.
5. Al-Hakam (350-366 H/961-976 M) Al-Hakam
II adalah putra Abdurrahman III. Ia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai
khalifah dalam usia 45 tahun. Dalam sejarah pemerintahan Khalifah Bani Umayyah
di Andalusia, ia dikenal sebagai salah seorang pemimpin yang cinta damai.
Setiap persoalan yang dihadapi, selalu diselesaikan lewat jalur perdamaian.
Meskipun begitu, dalam hal-hal tertentu, ia termasuk pemimpin yang tegas.
Misalnya pemberontakan yang dilakukan oleh suku Lyon di bawah pimpinan Sancho,
Al-Hakam memberantas hingga dapat ditaklikkan. Semula Sancho beranggapan bahwa
Al-Hakam tidak akan mungkin menumpas mereka dengan cara-cara kekerasan, karena
ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang cinta damai. Namun, anggapan itu
sangat keliru dan diluar dugaan Sancho sendiri. Sebab Al-Hakam mengambil
kebijakan lain bahwa pemberontakan Sancho ini tidak dapat dibiarkan, karena
akan mengganggu stabilitas dan keamanan negara. Karena itu, Al-Hakam mengirim
pasukan untuk memberantas gerakan Sancho yang berusaha ingin memisahkan diri dari
wilayah kekuasaan Al-Hakam.
Selain
itu, Untuk mengatasi konflik antara Bani Umayyah di Andalusia dengan Dinasti
Fathimiah di Afrika Utara, ia mengutus Ghalib untuk menekan kekuatan Fathimiah.
Ghalib berhasil menaklukan wilayah Afrika Utara dan beberapa suku Barber,
seperti suku Barber di Maghrawa, Mikansa dan Zenate mengakui kepemimpinan
Al-Hakam. Al-Hakam bukan hanya sebagai seorang khalifah yang baik,
tapi juga cerdik dan terdidik. Sehingga ia bisa menempatkan kebijakan sesuai
pada tempatnya. Apabila dibutuhkan sikap tegas, maka semua itu sudah dipikirkan
dengan masak semua akibat yang akan terjadi. Karena dengan cara-cara seperti
ini, keamanan dan kedamaian dapat diwujudkan. Ketika situasi semakin aman, maka
pembangunan akan dapat dilaksanakan dengan baik.
Al-Hakam
Setelah berhasil mengamankan situasi pilitik dalam dan luar negeri, ia
melaksanakan pembangunan pendidikan. Ia mengirim sejumlah utusan keseluruh
wilayah Timur untuk membeli buku-buku dan manuskrip-manuskrip, atau menyalinnya
jika buku yang dibutuhkan tidak dapat dibeli, sekalipun dengan harga yang
mahal. Semua buku dan manuskrip itu diperintahkan untuk dibawa ke Cordova
sebagai bahan ajar bagi semua orang yang ingin menuntut ilmu pengetahuan.
Salahh
satu keberhasilannnya dalam gerakan ini, adalah mengumpulkan lebih kurang
400.000 buku yang disimpan di perpustakaan negara di Cordova. Sementara katalog
perpustakaan ini terdiri dari 44 jilid. Para ilmuan, ulama dan filosuf, dapat
dengan bebas menggunakan bahan-bahan tersebut. Untuk meningkatkan kecerdasan
rakyatnya, ia mendirikan sejumlah sekolah di ibukota Cordova. Hasilnya, seluruh
rakyat Andalusia dapat menulis dan membaca. Sementara itu, umat Kristen Eropa
kecuali para pendeta, tetap berada dalam kebodohan dan tidak dapat tulis baca.
Jasanyya
yang paling besar dalam dunia pendidikan adalah : mendirikan sebuah perguruan tinggi
terkenal, yaitu Universitas Cordova, selain mendirikan masjid-masjid dn pembangunan
kota Madinah Al-Zahra.
6. Hisyam
II (366-399 H/976-1009 M) Hisyam II adalahh pewaris dari Al-Hakam. Ketika ia menjabat
sebagai khalifah, usianya sekitar sepuluh tahun lebih. Karena usianya yang
masih belia, maka kekuasaan sementara dipegang oleh ibunya bernama Sulthana
Subh dan Muhammad Ibn Abi Amir yang bertindak sebagai perdana menteri. Ternayta
Muhammad Ibn Abi Amir adalah orang yang sangat haus kekuasaan. Sebab, setelah
ia berhasil memposisikan diri sebagai perdana menteri, ia kemudian menambah
gelarnya dengan sebutan Hajib Al-Manshur. Ia merekrut tenaga militer dari
kalangan suku Barber menggantikan militer Arab.
Dengan
kekuatan militer dari suku Barber ini, ia berhasil menundukkan kekuatan Kristen
di wilayah Andalusia, dan berhasil memperluas pengaruh Bani Umayyah di Barat
laut Afrika. Akhirnya, ia berhasil memegang seluruh cabang kekuasaan negara.
Sementara sang khalifah tidak lebih hanya sebagai boneka permainannya. Selain
itu, surat-surat resmi dan maklumat negara diterbitkan atas nama Hajib
Al-Mansur. Untuk memperkuat posisinya, tak jarang ia melakukan tindakan keji,
seperti menyingkirkan calon-calon khalifah atau para pangeran Islam yang akan
menduduki jabatan khalifah Bani Umayyah di Andalusia.
Al-Mansur
adalah seorang perdana menteri yang juga ilmu pengetahuan. Ia berusaha
mengumpulkan karya-karya dari berbagai penjuru untuk kemudian dibawa ke
Andalusia, sehingga banyak di antara mereka berhasil mengembangkan ilmu
pengetahuan yang sangat dibutuhkan umat manusia saat itu. Hasil kerja keras dan
kreatifitas mereka benar-benar dihargai sebagai sebuah karya besar. Tidak hanya
itu, bahkan kebutuhan mereka terpenuhi, sehingga mereka tidak melakukan
pekerjaan lain untuk kebutuhan keluarga.
Jasa dalam biodanng pembangunan adalahh mendirikan kota Al-Zahirah, dan memindahkan kantor-kantor pemerintahan di kota tersebut. Di kota inilah ia mencoba memproklamirkan dirinya sebagai seorang khalifah dengan gelar Al-Malik Al-Mansur. Ternyata usaha yang dilakukan berupa pendirian kota dan pemindahan semua kantor negara dan kas negara ke kota tersebut merupakan salah satu rencana besarnya untuk merebut kekuasaan dan menjadi penguasa tunggal di Andalusia. Bahkan namanya tercantum di dalam mata uang negara saat itu.
Jasa dalam biodanng pembangunan adalahh mendirikan kota Al-Zahirah, dan memindahkan kantor-kantor pemerintahan di kota tersebut. Di kota inilah ia mencoba memproklamirkan dirinya sebagai seorang khalifah dengan gelar Al-Malik Al-Mansur. Ternyata usaha yang dilakukan berupa pendirian kota dan pemindahan semua kantor negara dan kas negara ke kota tersebut merupakan salah satu rencana besarnya untuk merebut kekuasaan dan menjadi penguasa tunggal di Andalusia. Bahkan namanya tercantum di dalam mata uang negara saat itu.
Akhir
pemerintahannya, telah terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Muhammad.
Pemberontak ini berhasil meruntuhkan kekuasaan Hisyam dan menurunkannya dari
jabatan khalifah. Kemudian Muhammad menggantikan kedudukan Hisyam dengan
memakai gelar Al-Mahdi. Setelah menduduki jabatan tersebut, ia berusaha
menyerang Sanchol dan pasukannya, sehingga Al-Mahdi berhasil menangkap dan
memenjarakan Sanchol. Tidak lama setelah itu, Al-Mahdi pun meninggal dan
posisinya digantikan oleh Sulaiman. Namun, kepemimpinan Sulaiman tidak sehebat
Al-Mansur dan generasi sebelumnya yang berhasil membangun peradaban dan
menciptakan kedamaian dan ketentraman warganya.
Hajib
Al-Mansur dikenal sebagai seorang perdana menteri yang berhasil membangun negara
dan memakmurkan rakyatnya. Sehingga Islam dan masyrakatnya menjadi sebuah
negara dan masyarakat yang kaya dan diperhitungkan di daratan Eropa ketika itu. Kemajuan
peradabann Islam di Andalusia Diantara tahun (711-1498 M) umat Islam di Andalusia telah membuka
lembaran baru bagi sejarah perkembangan intelektual Islam, bahkan sejarah
intelektual dunia. Para penguasa tidak hanya menyalakan suluh kebudayaan dan
peradaban maju, juga sebagai media penghubung ilmu pengetahuan dan filsafat
yang telah berkembang pada masa-masa sebelumnya, terutama pada jaman Yunani dan
Romawi.
Andalusia
pada masa pemerintahan Arab Muslim menjadi pusat peradaban tinggi. Para ilmuan
dan pelajar dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke negeri ini untuk
menuntut ilmu pengetahuan. Kota-kota di Andalusia, seperti Granada, Cordova,
Seville dan Toledo merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan tempat tinggal
kaum intelektual. Selain itu, kota-kota tersebut juga menjadi temapt atau
markas tenatra terkenal. Mereka orang-orang terpilih, terdidik dan pandai,
sehingga menjadi panutan masyarakat dan model dalam berbagai bidng keahlian. Beberapa
cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di Andalusia. Diantaranya:
1. Kedokteran
1. Kedokteran
Diantara
ahli kedokteran yang terkenal pada saat itu antara lain adalah Abu Al-Qasim
Al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah seorang
bedah ahli terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013 M. Di
antara karyanya yang terkenal adalah Al-Tasrif terdiri dari 30 jilid.
Selain Al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar bernama Ibn Rusyd yang juga ahli
di bidang kedokteran. Di antara karya besarnya adalah Kulliyat Al-Thib.
2. Ilmu Tafsir
Beberapa
ulama’ tafsir yang mucul masa masa itu adalah : Al-Baqi, Ibn Makhlad,
Al-Zamakhsyari dengan karyanya Al-Kasysyaf, dan Al-Thabary. Selain
mereka, terdapat ahli tafsir terkenal saat itu, yaitu Ibn ’Athiyah. Kebanyakan
tafsir yang dibuat mengandung cerita israiliyat. Kebanyakan tafsir yang dibuat
mengandung cerita israiliyat. Kumpilan tulisannya itu kemudian dibukukan oleh
Al-Qurthubi.
3.
Ilmu
Fiqh
Demikian
juga dengan ulama’ fiqih. Pada saat itu telah bermunculan sebagai tanda
berkemangnya ilmu fiqih. Diantara nama-nama ulama’ fiqih (fuqaha) yang muncul.
Mereka antara lain adalah Abdul Malik Ibn Habib Al-Sulami, Yahya Ibn Laits dan
Isa Ibn Dinar. Mereka adalah ahli fiqh mazhab Maliki. Di antara mereka yang
paling berperan dalam pengembangan mazhab ini adalah Abdul Malik Ibn Habib dan
Ibn Rusyd dengan karyanya Bidayah Al-Mujtahid. Ibnu Rusyd menggunakan metode
perbandingan terhadap pemikiran-pemikiran fiqh yang berkembang saat itu.
4.
Ilmu
Ushul Al-Fiqh
Selain
perkembangan dalam bidang ilmu fiqh, terdapat pula perkembangan ilmu ushul
al-fiqh (filsafat hukum Islam). Ibn Hazm dan Al-Syatibi adalah dua tokoh
terkenal sangat produktif dalam bidang ini. Di antara karyanya adalah Al-Ihkam
fi Ushul Al-Ahkam karya Ibn Hazm dan Al-Muwafaqat karya Al-Syatibi.
5.
Ilmu
Hadits
Selain
ilmu yang penulis sebutkan di atas juga ada beberapa ilmu lainnya , seperti ;
ilmu Hadits. ilmu hadits saat itu juga menjadi perhatian para ulama di Andalusia.
Kebanyakan mereka belajar dari Timur, seperti di Bagdad. Di antara ahli ilmu
hadits adalah Abdul Walid Al-Baji yang menulis buku Al-Muntaqal.
6.
Sejarah
dan Geografi
Ada
saat itu pula muncul penulis-penulis terkenal, yaitu Ibn Abdi Rabbi’ dan
Ali Ibn Hazm. Keduanya adalah penulis dan pemikir muslim kenamaan pada abad
ke-11 M. Mereka telah menulis lebih dari 400 judul dalam bidang sejarah,
teologi, hadits, logika, syair dan cabang-cabang ilmu lainnya. Pada masa ini
juga muncul banyak ilmuan yang menekuni bidang sejarah dan geografi. Mereka
antara lain adalah Ibn Khaldun, Ibn al-Khatib, Al-Bakry, Abu Marwan Hayyan Ibn
Khallaf, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Hayyan. Salah satu karya
monumental Ibn Haldun adalah Al-Mukaddimah.
7. Astronomi
Ilmu
astronomi pada saat itu juga mengalami perkembangan yang luar biasa. Para ahli
ilmu perbintangan muslim saat itu berkeyakinan bahwa radiasi bintang-bintang
besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan kerusakan di muka bumi ini.
Al-Majiriyah dari Cordova, Al-Zarqali dari Toledo dan Ibn Aflah
dari Seville, merupakan para pakar ilmu perbintangan yang sangat terkenal saat
itu.
8.
Ilmu
Fisika
Sementara
itu kemajuan dalam bidang ilmu fisika ditandai dengan munculnya sejumlah
fisikawan muslim terkenal. Di antara mereka adalah Al-Zahrawi dan Al-Zuhry.
Selain terkenal dalam bidang fisikawan, mereka terkenal sebagai dokter.
Al-Zahrawi hidup pada masa Al-Hakam II, sedang Al-Zuhry pada masa Abu Yusuf
Ya’kub Al-Mansur, Ubaidillah Al-Muzaffar Al-Bahily, selain sebagai fisikawan,
juga dikenal sebagai pujangga.
9. Filsafat
Dalam
beberapa sejarah Islam telah disebutkan, bahwa Islam di Andalisia telah
memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan intelektual muslim.
Agama ini menjadi jembatan penghubung antara peradaban dan ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12 M. Minat untuk mengkaji dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan sudah dilakukan pada masa pemerintahan Bani
Umayyah, yakni sejak abad ke-9 M pada masa pemerintahan Muhammad Ibn Abdurrahman
(832-976 M), ketika ia memerintahkan kaum ilmuan dan orang-orang kepercayaannya
untuk mencari data dan naskah-naskah dari Timur di bawa ke Barat untuk
dikembangkan lebih lanjut. Sehingga perpustakaan-perpustakaan dan
universitas-universitas di Cordova penuh dengan karya-karya intelektual muslim.
Kemajuan
intelektual muslim Andalusia yang paling gemilang di bidang filsafat ditandai
dengan munculnya banyak filosuf kenamaan, mereka antara lain adalah Abu Bakar
Muhammad Ibn Yahya Ibn Bajjah, lahir di Saragosa, lalu pindah ke Seville dan
Granada. Ia merupakan seorang filosuf terbesar yang pernah hidup pada abad
ke-12 M. Selain sebagai seorang filosuf, dikenal pula sebagai seorang saintis,
fisikawan, musisi, astronom dan komentator Aristoteles. Karyanya terbesar antara
lain adalah Tadbir Al-Mutawahhid.
Selain
Ibn Bajjah, filosuf terkenal kedua adalah Abu Bakar Ibn Thufail, lahir di
Granada. Ia banyak menulis ilmu kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya
filsafatnya yang cukup terkenal adalah Hay Ibn Yaqdzan (Si Hidup bin Si
Bangkit). Kemudian pada akhir abad ke-12, lahirlah seorang filosuf terkenal
bernama Ibn Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 1126 M. Ia memiliki keahlian
tersendiri dalam mengomentari karya-karya filsafat Aristoteles. Pemikiran yang
dikembangkannya sangat rasional. Karena begitu besarnya pengaruh pemikiran Ibn
Rusyd di kalangan kaum intelektual Barat, maka pemikiran yang dikembangkannya
dikenal dengan istilah Avveroisme. Ideologi pemikiran inilah yang membuka
cakrawala pemikiran filsafat bangsa Barat. Sehingga bangsa Barat mengalami
perkembangan yang sangat maju pada masa-masa sesudahnya.
Spanyol
Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat
dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti
Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-Wasith dan Abdurrahman al-Nashir. Keberhasilan
politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan
penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang
terpenting diantara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah
Muhammad ibn Abdurrahman (852-886) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976).
Toleransi
beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan
Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di
Spanyol. Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi,
disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama
mereka masing-masing. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri
dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya
toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan
menyumbangkan kelebihannya masing masing.
Meskipun
ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol,
hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad
ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat
wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal
ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan
politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan
politik pada masa Muluk al- Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya
peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan,
kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga,
Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau
sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di
Spanyol, Muluk al Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang
diantaranya justru lebih maju.
B. Faktor Pendorong Kemajuan Islam di Andalusia
Banyak suku, agama, dan ras hidup bersama-sama di Al-Andalus, dan masing-masing
menyumbang terhadap kemajuan intelektual di Andalus. Buku-buku jauh lebih
tersebar luas di Al-Andalus dibanding di negara lainnya di Barat. Sejarah
intelektual Al-Andalus terlihat dari hasilnya berupa banyaknya ilmuwan Islam
dan Yahudi.
Kemajuan intelektual Al-Andalus
bermula dari perseturuan intelektual antara Bani Umayyah yang menguasai
Al-Andalus, dengan Bani Abbasiyah yang berkuasa di Timur Tengah. Penguasa Umayyah
berusaha memperbanyak perpustakaan dan lembaga pendidikan di kota-kota
Al-Andalus seperti Cordova, untuk mengalahkan ibukota Abbasiyah Baghdad.
Walaupun Bani Umayyah dn Bani Abbasiyah saling bersaing, kedua kekhalifahan ini
mengizinkan perjalanan antara kedua kekhalifahan ini dengan bebas, yang
membantu penyebaran dan pertukaran ide serta inovasi dari waktu ke waktu.
Pada abad ke-10, kota Cordova
memiliki 700 masjid, 60.000 istana, dan 70 perpustakaan, dan salah satu
perpustakaan yang terbesar memiliki hingga 500.000 naskah. Sebagai
perbandingan, perpustakaan terbesar di Eropa Kristen saat itu memiliki tak
lebih dari 400 naskah, bahkan pada abad ke-14 Universitas Paris baru memiliki
sekitar 2.000 buku. Perpustakaan, penyalin, penjual buku, pembuat kertas, dan
sekolah-sekolah di seluruh Al-Andalus menerbitkan sebanyak 60.000 buku tiap
tahunnya, termasuk risalah, puisi, polemik dan antologi. Sebagai perbandingan,
Spanyol modern menerbitkan rata-rata 46.300 buku tiap tahunnya, menurut UNESCO.
Kuttab Dengan semakin meluasnya wilayah
kekuasaan Islam, maka didirikanlah lembaga-lembaga pendidikan seperti Kuttab
dan masjid. Pada lembaga ini siswa-siswanya mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan
di antaranya adalah:
1. Fiqih Pemeluk Islam di Andalusia menganut mazhab
Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi Fiqih dari mazhab Imam
Malik. Tokoh-tokoh yang termasyhur disini di antaranya ada Ziyad ibnu Abd. Ar-Rahman dan dilanjutkan oleh Ibn Yahya. Yahya sempat
menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman, dan masih banyak nama-nama lain,
seperti Abu Bakar ibn al-Qutiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi, dan Ibnu Hazm
yang sangat populer di kala itu.
Santri pada kuttab mendapatkan pelajaran yang cukup lengkap dari ulama-ulama yang ahli di bidang ilmunya, sehingga para siswanya lebih cepat menyerap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, sehingga menumbuhkan minat belajar di kala itu.
Santri pada kuttab mendapatkan pelajaran yang cukup lengkap dari ulama-ulama yang ahli di bidang ilmunya, sehingga para siswanya lebih cepat menyerap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, sehingga menumbuhkan minat belajar di kala itu.
2. Bahasa dan Sastra Bahasa Arab menjadi bahasa resmi
ummat Islam di Andalusia, bahasa ini dapat dipelajari di kuttab, bahkan kepada
siswanya diwajibkan untuk selalu melakukan dialog dengan memakai bahasa resmi
Islam, sehingga bahasa ini menjadi cepat populer dan menjadi bahasa keseharian. Tokoh-tokoh
bahasa pada saat itu adalah: Ibn Sayidih, Ibn Malik, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj,
Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
Adapun tokoh-tokoh di bidang Sastra: Ibn Abd Rabbih, Ibn Bassam, dan Al-Fath ibn Khaqan.
Adapun tokoh-tokoh di bidang Sastra: Ibn Abd Rabbih, Ibn Bassam, dan Al-Fath ibn Khaqan.
3. Musik dan Seni Di
andalusia berkembang musik-musik yang bernuansa Arab yang merangsang tumbuhnya
nilai-nilai kepahlawanan. Banyak tokoh musik dan seni bermunculan ketika itu,
diantaranya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Ziryab (789 – 857).
Ziryab selalu tampil pada acara-acara penjamuan kenegaraan
di Cordova, karena ia merupakan aransmen musik yang handal dan piawai pula
mengubah syair-syair lagu yang pantas dikonsumtifkan kepada seluruh lapisan dan
tingkat umur. Kepiawaiannya bermusik dan seni membuat ia menjadi orang yang
termasyhur di kala itu. Ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada
anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para budak,
sehingga kemasyhurannya tersebar luas sangat cepat.
Pendidikan Tinggi Pendidikan
Tinggi di Andalusia merupakan tonggak sejarah peradaban, kebudayaan dan
pendidikan pada abad kedelapan dan akhir abad ketiga belas. Universitas Cordova
yang berdiri tegak bersanding dengan Masjid Abdurrahman III, yang pada akhirnya
berkembang menjadi lembaga pendidikan tinggi yang terkenal setara dengan
Universitas Al-Azhar di Cairo dan Universitas Nizamiyah di Baghdad.
Perpustakaannya saat itu tiada
tandingannya, dari 70 perpustakaan tersebut mencakup 500.000 naskah dan
menampung kurang lebih empat juta buku yang mencakup berbagai disiplin ilmu.
Buku-buku ini dikonsumtifkan untuk seribu lebih mahasiswa yang sedang menuntut
ilmu. Selain itu terdapat juga Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Pada perguruan tinggi
ini diajarkan ilmu kedokteran, astronomi, teologi, hukum Islam, kimia, dan
lain-lain. Namun, secara garis besarnya pada perguruan tinggi di Andalusia
terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan, yaitu:
1.
Filsafat Sejarawan
Said Al-Andalusi menulis bahwa Khalifah Abdurrahman III (912-961) mengumpulkan
sejumlah besar buku dan memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang
mempelajari kedokteran dan "ilmu-ilmu kuno". Penggantinya Khalifah
Al-Hakam II (Al-Mustansir), membangun sebuah universitas dan sejumlah
perpustakaan di Kordoba. Kordoba menjadi salah satu pusat pembelajaran
kedokteran dan filosofi terkemuka di dunia.
Namun
ketika anak Al-Hakam II Hisyam II naik takhta (976), kekuasaan yang sebenarnya berada
di tangan Al-Mansur bin Abi Amir. Ia merupakan tokoh agama yang tidak menyukai
ilmu pengetahuan, sehingga banyak buku yang dikumpulkan dengan susah payah oleh
Al-Hakam II dibakar di depan umum. Setelah kematian Al-Mansur pada 1002,
filosofi di Al-Andalus bangkit kembali. Sejumlah cendikiawan terkenal
bermunculan, termasuk Maslamah Al-Majriti (?-1008), seorang petualang berani
yang menjelajahi daerah-daerah Islam dan daerah lain, dan tergabung dalam
organisasi Ikhwan As-Shafa. Al-Majriti membantu penerjemahan karya Ptolemeus
Almagest, membuat dan memperbaiki berbagai tabel astronomi, dan mempelopori
geodesi serta triangulasi.
Murid
Al-Majriti yang terkenal adalah Abu Hakam Al-Kirmani, yang kemudian menjadi
guru bagi filsuf dan dokter terkemuka Ibnu Bajjah (Avenpace). Tokoh utama dalam sejarah filsafat
Arab-Andalusia adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya ibnu Al-Sha’ig yang lebih
dikenal dengan Ibn Bajjah. Orang Barat menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di
Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/abad ke-11 M.
Tokoh
yang lainnya terdapat nama Abu Bakr ibnu Thufail, penduduk asli Wadi Asy,
sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada
tahun 1185 M.
Pada akhir abad ke-12 M muncul seorang pengikut Aristoteles yang terbesar dalam kalangan filsafat Islam, ia bernama Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Rusdy dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M, yang terkenal dengan nama Ibnu Rusyd. Kepiawaiannya dalam ilmu hukum, sehingga dia diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung di Cordova (Qadhi al-Qudhat).
Pada akhir abad ke-12 M muncul seorang pengikut Aristoteles yang terbesar dalam kalangan filsafat Islam, ia bernama Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Rusdy dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M, yang terkenal dengan nama Ibnu Rusyd. Kepiawaiannya dalam ilmu hukum, sehingga dia diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung di Cordova (Qadhi al-Qudhat).
Dengan
adanya toleransi terhadap Yahudi di Al-Andalus, dan mundurnya pusat kebudayaan
Yahudi di Babilonia, Al-Andalus menjadi pusat pemikiran-pemikiran intelektual
Yahudi. Penulis-penulis seperti Judah Halevi (1086-1145) dan Dunash ben Labrat
(920-990) memiliki sumbangan terhadap kehidupan Al-Andalus, dan lebih penting
lagi memberikan sumbangan bagi perkembangan filosofi Yahudi. Puncak dari
filsafat Yahudi adalah pemikir Yahudi asal Al-Andalus Maimonides (1135-1205),
yang menerbitkan karya-karyanya di Maroko dan Mesir, karena menghindari dinasti
Muwahidun yang berkuasa dengan keras di Al-Andalus. Ia mengarang buku Panduan
bagi yang Bingung, dan memperbaharui hukum Yahudi, sehingga dijuluki "Musa
baru" (nama depan Maimonides sendiri adalah Moses/Musa).
2.
Kedokteran Dokter dan tabib dari Al-Andalus memiliki sumbangan yang
penting bagi bidang kedokteran, termasuk anatomi dan fisiologi. Di antaranya
adalah Abul Qasim Az-Zahrawi (Abulcasis), "bapak ilmu bedah modern",
yang menuliskan Kitab at-Tashrif, buku penting dalam kedokteran dan ilmu bedah.
At-Tashrif merupakan ensiklopedia yang terdiri dari 30 volume, yang kemudian
diterjemahkan ke Bahasa Latin dan digunakan dalam sekolah kedokteran di
kebudayaan Eropa maupun Islam selama berabad-abad.
3.
Sains Dalam bidang ini bermunculan tokoh-tokoh ilmuwan seperti
Abbas Ibn Farnas termashyur dalam ilmu kimia dan astronomi orang yang pertama
menemukan pembuatan kaca dari batu, Ibrahim bin Naqqash dalam bidang astronomi
dapat menentukan kapan terjadinya gerhana matahari dan kapan lamanya, ia juga
berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya
dan bintang-bintang. Ahmad ibn Abbas dari Cordova ahli dalam bidang obat-obatan
dan banyak lagi tokoh-tokoh yang disebutkan namun sangat besar jasanya dalam
perkembangan dan pencerahan ilmu pengetahuan pada masa itu. Diantara Faktor
Pendukung Perkembangan Islam Di Andalusia
a.
Adanya
dukungan dari penguasa, membuat pendidikan Islam cepat sekali majunya, karena
penguasa sangat mencintai ilmu pengetahuan dan berwawasan jauh ke depan.
b.
Adanya
beberapa sekolah dan universitas di beberapa kota di Andalusia yang sangat
terkenal (Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada).
c.
Banyaknya
para sarjana Islam yang datang dari ujung Timur dan ujung barat wilayah Islam
dengan membawa berbagai buku dan berbagai gagasan. Ini menunjukkan bahwa,
meskipun ummat Islam terdiri dari beberapa kesatuan politik, terdapat juga apa
yang disebut kesatuan budaya Islam.
d.
Adanya
persaingan antara abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Andalusia dalam bidang
ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan
didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas di Baghdad yang
merupakan persaingan positif, tidak selalu dalam peperangan.
Selain itu pemerintah juga memberikan subsidi yang banyak
terhadap pendidikan, yakni dengan murahnya buku-buku bacaan, atau diberikan
penghargaan yang tinggi berupa emas murni kepada penulis atau penerjemah buku,
seberat buku yang diterjemahkannya. Pemerintah juga memberikan subsidi kepada
makanan pokok, sehingga masalah pengisian kepala dan pengisian perut tidak
terlalu dihiraukan lagi dan relatif murah dijangkau serta didapat oleh
masyarakat.
C. Ibrah Kemajuan Islam di
Andalusia
BAB III
KERUNTUHAN
PERADABAN ISLAM DIANDALUSIA
A. Keruntuhan Peradaban Islam di Andalusia
B. Faktor Pendorong Kehancuran
Islam di Andalusia
Ada
beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran islam di Andalusia sekaligus
menunjukkan kekuatan Islam di Andalusia tak berdaya lagi. Kemajuan dan kejayaan
yang pernah dinikmati oleh umat islam Andalusia selama berabad-abad sekarang
hanya tinggal sejarah yang dapat dibaca, dikenang dan menjadi pelajaran yang
berharga diantara penyebab kemunduran dan kehancuran itu antara lain :
1.
Konflik
Agama
Para penguasa tidak menyebarkan
islam secara kaffah, sehingga para umat Kristen masih tetap beragama Kristen di
Andalusia, mereka diberi kebebasan menjalankan ajaran agama yang pada akhirnya
mereka mengadakan penyerangan balik terhadap Islam. Disamping itu pula
orang-orang Andalusia Kristen merasa kehadiran orang Arab Islam memperkuat rasa
kebangsaan mereka, maka penyerangan terhadap islam tidak pernah terhenti sejak
awal pemerintahan Islam di Andalusia.
2. Ideologi Perpecahan
Di tempat-tempat lain para mualaf
diperlakukan sebagi orang sederajat, di Andalusia, sebagaimana politik yang
dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima
orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai pada abad ke-10 M, mereka masih
memberi istilah ‘ibad dan Muwalladun kepada para kelompok etnis non Arab.
3.
Krisis Ekonomi
Andalusia Islam bagaikan terpencil
dari dunia islam yang lain, ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat
bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan
alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.
Umat Kristiani juga tidak lagi jujur
membayarkan upetinya kepada penguasa Islam, mereka berdalih guna upeti dan
pajak tidak lagi dikumpul kepada penguasa. Sering terjadi perampokan yang diskenario
oleh kelompok Kristiani, dan pada akhirnya menuduh umat Islam yang berbuat
aniaya kepadanya.
Dipertengahan kekuasaan Islam pada
masa itu, pemerintah lebih mengutamakan kemajuan pendidikan dan lupa menata
perekonomian, sehingga melemahkan ekonomi negara dan kekuatan militer serta
politik.
4. Peralihan Kekuasaan
Pola yang masih dipertahankan umat
Islam dalam menggantikan tampuk kepemimpinan kadang jauh dari kelayakan.
Sebagaiman bukti sejarah yang mengangkat seorang raja atas pertimbangan
keturunan yang masih berusia belasan tahun. Peralihan kekuasaan seperti ini
sering keliru dalam mengambil keputusan, dan kadang kala terdapat kesalahan
besar dan fatal akibatnya, baik terhadap pamornya, maupun kestabilan kedaulatan
dalam negeri Islam sendiri. Dengan demikian, tidak ada lagi kekuatan Islam
untuk membendung kebangkitan Kristen di daerah ini.
Pada 1469, terjadi pernikahan antara
Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella dari Kastilia yang
mengisyaratkan serangan terhadap Granada, yang direncanakan secara hati-hati
dan didanai dengan baik. Ferdinand dan Isabella kemudian meyakinkan Paus Siktus
IV untuk menyatakan perang mereka sebagai perang suci atau perang salib
C. Ibrah Kehancuran Islam di
Andalusia
Jika diteliti dari sudut
perkembangan dan kemajuan Islam di Andalusia, jelas menunjukkanbahawa
pemerintahan Islam telah mementingkan kemajuan intelektual dan keilmuan di
samping perkembangan industri dan pertanian. Namun, disebabkan beberapa
masalah dalaman yang berlaku, pemerintahan Islam akhirnya tidak dapat
bertahan dan terpaksa menyerahkan penguasaan mereka selama hampir 8 abad
itu kembali kepada Kristian.
Antara punca yang dilihat melemahkan umat Islam ketika
itu dan boleh dijadikan iktibar kini ialah:
1. Perebutan
kuasa dikalangan pemimpin yang mentadbir wilayah.
Ini dapat dilihat pada peringkat awal pemerintahan
Andalusia di mana para pemimpin sering berselisih dalam hal ehwal
pentadbiran. Gangguan dari dalam ini telah
menyebabkan ketidakseimbangan berlaku. Di antara pergolakan itu berupa perselisihan
di antara elite penguasa, terutama akibat perbezaan ras dan
etnik. Disamping itu, terdapat perbezaan pandangan
antara khalifah di Damsyik dan gabenor Afrika Utara yang berpusat di
Kairawan. Masing-masing mengaku
bahawa merekalah yang paling berhak menguasai Andalusia ini. Oleh kerana itu,
tidak hairanlah penggantian pemerintah atau wali (gabenor) berlaku lebih
daripada dua puluh kali dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbezaan
pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara sesama
mereka lalu merencatkan pembangunan tamadun umat di sana.
2. Tidak
mempunyai sifat ketaatan kepada kepimpinan sehingga mereka tidak mahu
mengikut nasihat khalifah.
Akhirnya,
anasir-anasir tidak puas hati itu membawa kepada perancangan
untuk merampas kekuasaan dikalangan umat Islam, sedihnya dengan melibatkan
kerjasama dengan pihak musuh.
3.
Wujudnya
golongan yang ingin menghancurkan mereka dari dalam seperti golongan yang
inginbekerjasama dengan musuh tanpa mengambil kira untuk memperkuatkan ikatan
dalaman sesama mereka.
Manakala kejayaan mereka yang boleh dijadikan iktibar
ialah:
1. Andalusia telah
membuka ruang untuk memastikan supaya sekiranya kita ingin sentiasamaju
kehadapan, kita harus bersikap terbuka kepada pemikiran-pemikiran kreatif
dan idea-idea yang inovatif. Mereka telah mencapai kejayaan dari segi
sains dan teknologi kerana menggalakkan suasana intelek dan tidak rigid
dengan kemasukan ilmu-ilmu moden.
2. kecemerlangan
Andalusia dalam bidang pertanian dan industri memungkinkan kita
untuk mempertingkatkan kemajuan dalam bidang ini dengan bantuan teknologi
maklumat, dan mengambil nikmat bioteknologi untuk dikembangkan dalam
sektor ini agar pertaniantidak lagi dipandang enteng.
3. Lahirnya ilmuwan
seperti Ibn Bajjah (1082 – 1138M), Ibn Zuhr (1091 – 1162M)
dan lain-lain menuntut kita melahirkan cendikiawan Muslim yang versatile,
mahir dari segi ilmu turath dan juga ilmu moden yang mampu untuk
meninggalkan jejaknya yang tersendiri di dunia ini. Generasi ilmuwan
moden ini harus dibina jati diri mantap agar memberi manfaat kepada
pembangunan negara.
4. Ketamadunan yang
dibina telah meninggikan Eropah yang pada waktu tersebut beradapada zaman
kegelapan. Bandar Cordova di Andalusia dilihat sebagai Bandar yang terulung dikalangan
Negara-negara Eropah yang lain dan mereka telah memajukan intelektualisme dari aspek
falsafah, senibina, matematik, teologi, perubatan dan banyak lagi sehingga Islam
gambarkan begitu kehadapan dalam soal ini. Mereka dapat me-asimilisasi-kan
Islam dengan falsafah dan pusat kecemerlangan Greek sehingga ia menyumbang kepada
keseluruhan negara Barat yang didominasi kaum Kristian.
5. Kejayaan mereka
membina tamadun dalam keadaan mereka mempunyai berbagai bangsa dan penganut agama
samawi juga sesuatu yang unik. Sudah pasti ia ada kaitan dengan kefahaman terhadap
ajaran Islam yang dipraktikkan dalam bentuk siyasi. Rujukan tentunya terhadap
contoh-contoh awal yang ditunjukkan oleh Khalifah Islam dalam memberi dan menjamin hak
asasi setiap penganut agama yang mana mereka boleh hidup aman damai di bawah
pemerintahan Islam. Contoh-contoh jaminan ini terus dilaksanakan sehingga ke wilayah
pemerintahan Andalusia. Oleh sebab itu kita dapat menyaksikan sejarah di mana
umat Islam, Kristian dan Yahudi saling membantu mewujudkan suasana keilmuan yang baik terutama
di Cordova. Ini kelihatan begitu relevan dengan negara kita sekarang yang mempunyai berbagai latar bangsa dan
penganut agama. Oleh itu, demi mencapai puncak kemajuan, kerjasama antara
kaum ini harus diberi tumpuan yang wajar bagi meningkatkan kerjasama dan
kefahaman dikalangan rakyat yang ada.
Penutup
Kecemerlangan Tamadun
Islam Andalusia berakhir tanpa dapat dipertahankan oleh umat Islam. Ia jatuh di bawah
pemerintahan kerajaan Sepanyol dan kekal sehingga hari ini. Kesanpeninggalan
itu masih boleh dibanggakan walaupun hakikatnya tiada apa yang dapat
diperolehi oleh umat Islam hasil peninggalan tersebut. Kejatuhan
Andalusia kelihatan tidak memungkinkan ia kembali ditadbir oleh umat
Islam. Pengalaman
pahit ini harus dipelajari agar umat zaman kini tidak mengulangi kesilapan
yang dilakukan pada ketika dahulu. Sejarah Andalusia itu sudah tidak dapat
diperbaiki untuk manfaat wilayah itu, namun pastinya pengalaman atau pengajaran
dapat diperolehi bagi manfaat generasi kini.
Walau bagaimanapun, kesediaan Eropah
membuka kembali pintu pada abad moden ini dan memberi peluang kepada
bangsa-bangsa lain berada di wilayah mereka telah sedikit
sebanyak menyaksikan kemunculan kembali umat Islam di Eropah, termasuk di
Andalusia.Pada hari ini, bilangan umat Islam di Andalusia semakin
bertambah. 22 Walaupun
pihak bukan Islam sedaya supaya seakan ingin mentalqinkan terus umat Islam
di barat, tetapi nampaknya Islam semakin mendapat tempat dihati masyarakat
Eropah. Jelaslah maksud ayat al-Quran surah al-Saff bahwa:
”mereka yakni orang-orang kafir berusaha untuk memadamkan cahaya Allah swt, namun Allah swt terus menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir itu benci.”
”mereka yakni orang-orang kafir berusaha untuk memadamkan cahaya Allah swt, namun Allah swt terus menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir itu benci.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar