Pages

Minggu, 10 Maret 2013

bELAJAR Dari Keahancuran Islam Di andalusia..sebuah tempat yang melahirkan ahli sastra arab (alfiyah ibnu malik) hanya tinggal buing-buing kenangan, siapa yang harus meneruskan pemikiran-pemikirannya..?



BAB II
KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DIANDALUSIA
A.  Kemajuan Peradaban Islam di Andalusia
Terbentuknya Dinasti Bani Umayyah II di Andalusia, telah melalui beberapa peristiwa penting, yaitu peristiwa pengambil alihan kekuasaan dari para wali ke tangan para amir yang disebut dengan periode keamiran hingga terbentuknya sistem khilafah saat itu. Dari situlah mulai dikenal khilafah Bani Umayyah II. Abdurrahman Al-Dakhil adalah Amir pertama yang berhasil menguasai Andalusia, ia adalah salah seorang cucu dari Abdul Malik Ibn Marwan yang berhasil meloloskan diri dari kejaran pasukan Abu Abbas Al-Saffah. Melalui rute yang tidak bisa dilalui, akhirnya ia berhasil memasuki wilayah Palestina, lalu ke Mesir, Afrika Utara hingga tiba di Ceuta (Septah). Di wilayah inilah ia mendapat bantuan dari bangsa Barbar dan menyusun kekuatan militer guna menyelesaikan konflik etnik politik antara bangsa Arab Mudhariyah dengan Himyariyah di Andalusia.
Abdurrahman diminta oleh pihak Arab Himyariyah untuk membantu merencanakan dan melaksanakan pemberontakan terhadap kelompok Mudhariyah. Gubernur Yusuf Ibn Abdurrahman Al-Fikry, yang mewakili kelompok Arab Mudhariyah, menindas kelompok Arab Himyariyah. Sebelum melancarkan serangan, Abdurrahman mengutus orang kepercayaannya bernama Bardar untuk mencari tahu perkembangan terakhir yang tetrjadi. Utusan itu diterima dengan baik oleh kabilah-kabilah Arab karena ia merupakan utusan dari keturunan Bani Umayyah yang berkuasa di Damaskus. Badar memperoleh informasi mengenai perkembangan politik muktahir yang terjadi di Andalusia. Berita inilah yang kemudian ia sampaikan kepada Abdurrahman Al-Dakhil. Dari data dan informasi yang dikumpulkan, akhirnya Abdurrahman dan para pendukungnya memasuki wilayah Andalusia pada tahun 755 M. Dan memenangkan peperangan di Massarat pada tahun itu juga, sehingga ia menduduki tahta kekuasaan Andalusia sebagai bagian dari kekuasaan Dinasti Umayyah di Andalusia, yang saat itu telah hancur dikalahkan oleh  kekuasaan Bani Abbas.
Yusuf Ibn Abdurrahman Al-Fikry sangat marah setelah melihat Abdurrahman Al-Dakhil datang bersama pengikutnya. Karena ia dianggap penentang dan mengancam kekuasaannya di Andalusia. Kedatangan mereka ke Andalusia ini tidak dianggap remeh oleh Yusuf. Dengan berbagai cara, Yusuf mencoba mengusir Abdurrahman Al-Dakhil dan para pendukungnya. Sehingga kelompok Abdurrahman melakukan serangan atas kekuasaan Yusuf di Cordova pada tahun 139  H / 758 M. Kemenangan ini membawa harum nama Abdurrahman Al-Dakhil. Sejak saat itulah ia mendirikan kekuasaan Islam di Andalusia, sebagai bagian dari kepanjangan kekuasaan Bani Umayah yang telah dihancurkan Bani Abbas pada tahun 132 H / 750 M.
Sejak Abdurrahman Al-Dakhil menjabat sebagai penguasa Islam di Andalusia, ia menghadapi  berbagai gerakan pemberontakan internal. Gangguan pihak luar terbesar adalah serbuan pasukan Paoin, seorang raja Perancis dan puteranya yang bernama Charlemagne. Namun pasukan pengganggu ini dapat dikalahkan oleh kekuatan Abdurrahman Al-Dakhil. Hanya saja sebelum usia tugasnya menghancurkan kekuatan musuh dan memantapkan kekuasaannya di Andalusia, ia keburu meninggal pada tahun 172 H / 788 M.
Pasca meninggalnya Abdurrahman Al-Dakhil tidak menyurutkan niat generasi penerusnya untuk tetap mempertahankan kekuasaan. Posisi Abdurrahman Al-Dakhil digantikan oleh puteranya, yaitu Hisyam I (172-180 H / 788-796 M). Dalam catatan sejarah, Hisyam I dikenal sebagai seorang Amir yang lemah lembut dan administratur yang liberal. Semasa ia menjabat, banyak pemberontakan terjadi, diantaranya adalah pemberontakan di Toledo yang dilakukan oleh dua orang saudaranya, yaitu Abdullah dan Sulaiman. Pemberontakan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Usai mengatasi pemberontakan tersebut, Hisyam melancarkan serangan ke bagian Utara Andalusia. Di sini terdapat kelompok kristen yang sering kali mengganggu keamanan dan ketertiban pemerintahannya. Kota Norebonne dapat dikuasai, sementara suku-suku yang tinggal di Galica mengajukan perundingan perdamaian. Hisyam adalah merupakan sosok pemimpin yang memiliki sifat lemah lembut dan bijaksana. Ia terus melaksanakan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyatnya. Hampir setiap malam ia melakukan inspeksi ke pemukiman-pemukiman penduduk. Mengunjungi orang yang sedang sakit, dan membantu mereka dengan materi atau uang yang mereka butuhkan. Hal itu dilakukan karena ia ingin mendengar dan melihat sendiri nasib rakyatnya yang diderita rakyatnya.
Meskipun tampak kelihatan lemah lembut, ada sifat tegas yang tersembunyi di dalamnya, terutama kepada para pemberontak dan perusuh negara. Sifat ini dibawa hingga ajalnya tiba pada tahun 207 H / 796 M. Pasca meningglnya Hisyam I, posisi kekuasaannya digantikan oleh Hakam (180-207 H / 796-822 M). Selama masa kekuasaannya, banyak terjadi gerakan pemberontakan, baik yang dilakukan oleh saudaranya, yaitu Abdullah yang mendapat dukungan militer dari Charlemagne dan berhasil menyusup ke wilayah Islam, sedang Alfonso panglima suku Galicia, menyerang Aragon. Semua serangan tersebut dapat digagalkan oleh Hakam. Setelah itu, ia berusaha mengatasi gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh kedua saudaranya, yaitu Abdullah dan Sulaiman.
Selama dalam kepemimpinannya telah  terjadi pemberontakan di beberapa wilayah kekuasaannya, baik yang dilakukan oleh Kristen Eropa maupun oleh pihak muslim sendiri.
Gerakan pemberontakan terbesar dan terlama dilakukan oleh Umar Ibn Hafsyun. Pemberontakan ini dapat diatasi oleh penguasa sesudah Munzir (273-275 H / 886-888 M), yaitu Abdullah (275-300 H/888-912 M) di bawah panglima Obaydillah. Kondisi aman mulai terlihat sejak pemberontak Umar Ibn Hafsyun dikalahkan. Abdullah merupakan Amir terakhir sebelum berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah II diproklamirkan oleh Abdurrahman III.
Proses pembentukan pemerintahan Islam di Andalusia yang menggunakan sistem khalifah, tidak berlangsung mulus. Banyak pemberontakan terjadi dan kendala yang dihadapi para penguasa saat itu. Kondisi itu baru teratasi dengan baik, sejak akhir masa kekuasaan Abdullah yang masih menggunakan sistem keamiran hingga masa awal pemerintahan Khalifah Abdurrahman III. Berdirinya Bani umayyah II di Andalusia
1.     Abdurrahman al-Dakhil (138-172 H./ 757-788 M.). Abdurrahman Al-Dakhil adalah keturunan Bani Umayah pertama yang menjadi penguasa dan pelangsung kekuasaan Bani Umayah di Andalusia, tapi ia bukan termasuk salah seorang Khalifah Bani Umayah.
Abdurrahman dalam memimpin Andalusia tidak menggunakan khlaifah, tetapi menggunakan istilah Amir.  oleh karena itu, dalam jajaran kekhalifahan Bani Umayah di Andalusia dia dikenal sebagai perintis dan pembuka jalan bagi terbentuknya Dinasti Bani Umayah II di Eropa. Penguasa Bani Umayah sebenarnya yang menggunakan gelar khalifah adalah Abdurrahman III yang berkuasa selama lebih kurang 50 tahun. Walau demikian, dalam cacatan penting sejarah Islam, khususnya yang berkenaan dengan Dinasti Bani Umayah II di Andalusia, ia dimasukkan sebagai seorang penguasa Bani Umayah yang paling menonjol, karena keberhasilannya membangun dasar-dasar dan pengembangan kekuasaan Islam di Eropa.
Setelah Abdurrahman Al-Dakhil berhasil menguasai wilayah Spanyol dengan menundukkan penguasa Islam lokal bernama Yusuf Ibn Abdurrahman Al-Fikry tahun 758, Abdurrahman Al-Dakhil melakukan berbagai rencana kegiatan untuk membangun kerajaan besar, sebagai penerus dari Dinasti Bani Umayyah yang pernah berkuasa di Damaskus, Syiria. Langkah pertama untuk memperkuat posisinya adalah untuk memperbaiki keadaan dalam negeri, baik dari segi politik, keamanan, ketertiban dan pembangunan lainnya. Hampir selama masa kekuasaan, energinya dipergunakan untuk mempertahankan berbagai serangan yang datang, baik dari dalam wilayah kekuasaannya sendiri maupun dari luar. Misalnya, ancaman yang datang dari Abu Ja’far Al-Mansur (137-159 H / 754-775 M), seorang penguasa Bani Abbas kedua, yang bekerja sama dengan Karl Martel, penguasa Perancis untuk menghancurkan kekuasaan Abdurrahman Al-Dakhil. Selain itu, datang pula ancaman dari Peppin, ayah Karl Martel. Sekitar tahun 146 H, Al-Mansur mengutus Al-Ula beserta pasukannya untuk menyerang kekuasaan Abdurrahman, tetapi usaha tersebut mengalami kegagalan, karena kekuatan Al-Ula dapat dipukul mundur oleh kekuatan Abdurrahman Al-Dakhil.
Selain ancaman dan serangan tersebut di atas, sekitar tahun 160 H/775 M, datang serangan yang dilakukan oleh Yusuf Ibn Abdurrahman al-Fikry, mantan penguasa Spanyol dan Sulaiman Ibn Al-Araby. Mereka bekerja sama dengan Karl Martel untuk menggulingkan Abdurrahman. Akan tetapi usaha mereka legi-legi mengalami kegagalan. Kemenangan ini membuat posisi Abdurrahman Al-Dakhil semakin kuat, sehingga ia dapat melakukan berbagai kegiatan pembangunan, sesuai yang direncanakannya. Usaha pertamanya adalah pembangunan masjid agung di Cordova, yaitu masjid Al-Hamra. Pembangunan itu dilanjutkan pada masa anaknya, yaitu Hisyam I (172-180 H/ 788-796 M).
Beberapa jasa Abdurrahman al-Dakhil diantaranya adalah : Membangun masjid dan beberapa gedung-gedung perguruan beserta lembaga-lembaga ilmiah, seperti Universitas Cordova yang sangat terkenal dan melahirkan banyak ilmuan muslim berkaliber dunia. Selain itu, ia juga membangun irigasi untuk keperluan pertanian, sehingga hampir semua ladang yang dulunya tidak ditanami, pada masa pemerintahannya tumbuh dengan berbagai tanaman yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Andalusia saat itu.
2.     Hisyam Ibn Abdurrahman (172-180 H/788-796 M) Pasca meninggalnya Abdurrahman, pemerintahan dipegang oleh anaknya bernama Hisyam. Ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang sholeh dan adil bijaksana. Masa pemerintahannya dipergunakan untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya. Ia mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap rakyatnya yang miskin. Sehingga hampir seluruh lapisan masyarakatnya merasakan hasil-hasil pembangunan yang dikerjakan pada masa pemerintahan Hisyam. Di antara usaha pembangunan yang dilakukannya adalah sebagai berikut;
a.   Bidang pendidikan Di antara jasanya yang paling besar adalah mempergiat perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian serta perluasan pengguanaan bahasa Arab sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan budaya serta bahasa percakapan sehari-hari. Sehingga lambat laun bahasa Arab mengalahkan bahasa Arab mengalahkan bahasa Latin dalam berbagai kegiatan di semenanjung Liberia itu.
b.   Bidang  pengembangan fisik Pada masa pemerintahannya, Hisyam I berhasil merampungkan pembangunan masjid Al-Hamra di Cordova, sehingga menjadi sebuah masjid megah dan mempesona banyak orang. Masjid itu tidak hanya dipergunakan sebagai tempat ibadah, tetapi juga untuk lembaga pendidikan. Selain itu, ia juga memperluas bangunan irigasi untuk pertanian dan pembangunan saluran air ke berbagai kota di Andalusia.
c.   Bidang hokum Di masa pemerintahan Hisyam I, mulai berkembang mazhab Maliki. Mazhab hukum Islam itu dibawa  dan dikembangkan di Andalusia oleh para pengikutnya yang mendapat perlindungan Hisyam I. Dalam masalah penegakan hukum, Hisyam I ikut memberikan dorongan agar semua hak-hak seseorang diperhatikan dengan baik dan dilindungi. Karena keadilan dan ketertiban yang ada, maka pemerintahan Hisyam I yang hanya berklangsung selama 7 tahun 7 bulan, berjalan dengan baik hingga ia meninggal dunia pada tahun 180 H/796 M.
3.   Abdurrahman II (al-Awsath, 206-238 H/822-852 M) Al-Awsath telah menerima jabatan sebagai seorang amirdalam usia yang masih cukup muda, yaitu usia 31 tahun. (penguasa) Islam di Andalusia, menggantikan posisi ayahnya. Berbeda dengan sikap dan kebijakan ayahnya, Al-Hakam. Al-Hakam tidak berlaku adil, kurang peduli terhadap kepentingan masyarakat, sehingga ia sangat dibenci. Sementara Al-Awsath disukai, karena kebijakannya yang memihak masyarakat dan sikapnya yang tegas dan berani, terutama dalam mengatasi berbagai pemberontakan yang ada. Diantara usaha-usaha yang dilakukan selama 31 tahum memimpin adalah :
a. Politik dalam negeri Mengatasi pemberontakan Usaha pertama yang dilakukannya adalah memadamkan pemberontakan yang terjadi di dalam negeri. Setelah terkendalinya keadaan, dan situasi politik dalam negeri mulai stabil, ia berusaha keras untuk melakukan pembangunan dalam berbagai bidang. Sehingga negara menjadi makmur. Membangun masjid dan memperindah kota.
Dalam masa pemerintahannya, Abdurrahman II berhasil membangun kota dan daerah Lusitania, Murcia, Valencia, Castile dan kota-kota lainnya. Kota-kota tersebut diperindah dengan bangunan-bangunan umum, seperti masjid-masjid besar, perpustakaan dan lain-lain, termasuk pembangunan pabrik senjata di Cartagena dan Cadiz. Memajukan ilmu pengetahuan Pada masa pemerintahan Abdurrahman Al-Awsath, banyak lahir ilmuwan muslim dan para filosuf kenamaan. Ia membangkitkan gairah keilmuan para intelektual untuk terus melakukan kajian keilmuan dalam berbagai bidang disiplin ilmu dan peradaban lainnya. Untuk kepentingan itu, ia banyak membangun sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang dilengkapi dengan perpustakaan.
b. Kebebasan beragama Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pada masa pemerintahannnya adalah kebebasan beragama. Umat Kristen dan umat non-Muslim lainnya diberikan kebebasan untuk menjalankan ajaran agama yang mereka anut. Antara satu agama dengan pemeluk agama yang lain tidak dibenarkan memaksakan kehendak dan ajarannya kepada ogama lain. Kebijakan dan toleransi beragama ini pada akhirnya berdampak positif, karena banyak penganut agama lain memeluk Islam.
c. Politik luar negeri Pada tahun 808 M terjadi serangan besar-besaran Raja Alfonso II dari kerajaan Lyon ke wilayah kekuasaan Abdurrahman II, sehingga beberapa kekuasaan Abdurrahman di Andalusia berhasil dikuasai, misalnya kota pelabuhan Porto. Keberhasilan tenatra Alfonso ini membuat semangat juang mereka terus bertambah besar, sehingga usaha penyerangan terus dilakukan hingga mencapai wilayah Lusiana, dan berhasil merebut Lisabon. Akan tetapi, ambisi pasukan Alfonso terbendung oleh kekuatan pasukan Abdurrahman, sehingga mereka berhasil mengusir kekuatan pasukan asing. Dengan demikian, dapat dikatakn salah satu kebijakan politik Abdurrahman II adalah mencegah masuknya pasukan asing ke wilayah Andalusia. Hal itu dilakukan demi terciptanya keamanan dan perdamaian di wilayah Andalusia yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan Abdurrahman II.
Untuk memperkuat pengaruh dan posisinya di mata para penguasa di luar Andalusia, Abdurrahman mengadakan perjanjian persahabatan dengan kerajaan Byzantium dan Navarra pada tahun 836 M. Perjanjian itu dimaksudkan untuk menciptakan persahabatan dan kerja sama antara kedua negara dalam berbagai bidang, terutama politik dan ekonomi. Selain itu, juga bertujuan untuk membendung kekuatan serangan yang setiap saat datang di kerajaan Franka.

3.     Abdurrahman III (300-350 H/911-961 M)
Abdurrahman III dijuluki Al-Nashir (penolong). Ia naik menjadi pemimpin dalam usia yang sangat muda, yaitu pada usia 21 tahun. Ia diangkat menjadi pemimpin setelah ayahnya meninggal dunia.  Kemudian pada tahun 301 H/913 M Abdurrahman mengumpulkan pasukan militer yang sangat besar. Sehingga para perusuh dan musuh-musuhnya merasa gentar dengan pasukan yang kuat dan besar itu. Dengan kekuatan yang dimilikinya, Abdurrahman  melakukan penaklukan kota-kota di bagian Utara Spanyol tanpa perlawanan. Setelah itu, ia berhasil menaklukan Seville dan beberapa kota penting lainnya. Para perusuh dan penentangnya, seperti kaum Kristen Andalusia yang selama itu menjadi penentang utama kekuasaan Islam, tidak berani melakukan perlawanan terhadap Abdurrahman III. Hanya masyarakat kota Toledo yang berusaha menentang kekuasaan  Abdurrahman III ini. Tetapi, usaha mereka semua dapat digagalkan, karena kekutan pasukan Abdurrahman III tidak ada tandingannnya saat itu. Setelah ia berhasil menaklukkan masyarakat Kristen di Toledo ini, Abdurrahman meneruskan usahanya untuk menundukkan kekuatan Kristen di bagian Utara Andalusia.
Abdurrahman dikenal sebagai seorang pemimpin Islam yang tegas dan bijaksana. Ia akan segera menghancurkan semua gerakan yang akan menantang kekuasaannya. Untuk mewujudkan keinginannya itu, ia mengeluarkan beberapa kebijakan untuk perbaikan pemerintahannya. Di antara kebijakan itu adalah sebagai berikut:
a.     Politik dalam negeri Sejak awal menjalankan pemerintahannya di Andalusia ia sudah menghadapi beberapa pemberontak, baik dari intern umat Islam ataupun olek kelompok Kriste. Setelah dua tahun memangku jabatan sebagai penguasa Islam di Andalusia, Abdurrahman III menghadapi serangan dari Ordano II, kepala suku Lyon yang berusaha merebut beberapa wilayah kekuasaan Islam. Pada saat bersamaan, Abdurrahman juga tengah berselisih dengan Al-Mu’iz, Khalifah Fathimiyah di Mesir. Untuk mengatasi persoalan dalam negeri dan mengusir para perusuh, Abdurrahman III memberikan kepercayaan kepada Ahmad Ibn Abu Abda. Tugas itu dijalankan dengan baik, sehingga pasukan Ordano II terdesak. Melihat kenyataan ini, akhirnya Ordano II berkoali dengan pasukan Sancho, kepala suku dari Nevarra. Namun, usaha usaha koalisi mereka dapat dipatahkan oleh Abdurrahman III setelah berhasil mengatasi konflik dengan Khalifah Fathimiah. Dalam pertempuran itu, akhirnya Ordano II dan Sancho tewas terbunuh.
Setelah Abdurrahman III berhasil mengatasi gejolak politik dan peperangan di dalam negeri dan berhasil mengatasi persoalan dengan Al-Mu’iz, akhirnya ia  melapaskan gelar Amir dan memproklamirkan gelar baru, yaitu khalifah dengan sebutan Al-Nashir li Dinillah. Sejak saat itulah para penguasa Islam di Andalusia menggunakan gelar tersebut. Dengan  demikian pada masa ini terdapat dua khalifah Sunni di dunia Islam; satu di Bagdad dan satunya lagi di Andalusia. Sementara di dunia Syi’ah, terdapat satu khalifah di Mesir, yaitu khalifah dari Dinasti Fathimiah.
b.     Politik luar negeri Setelah berhasil membangun kekuatan politik di dalam negeri, Abdurrahman melakukan exspansi ke luar Andalusia. Hal itu dilakukan sebagai perwujudan dari kebijakan politik luar negeri yang diambilnya. Salah satu exspansi yang dilakukan adalah serangan ke wilayah Afrika Utara, yang sedang diincar oleh Dinasti Fathimiah. Kalau wilayah Afrika Utara tidak dapat dikuasai, maka akan dengan mudah pasukan lain masuk ke wilayah Andalusia. Pada masa ini, Dinasti Fathimiah di Afrika Utara tengah berusaha melancarkan perluasan wilayah ke Barat, bahkan dengan bekerja sama dengan Umar Ibn Hafsun, Dinasti Fathimiah berusaha menaklukan kekuatan Umayyah di Andalusia. Untuk menahan kekuatan Dinasti Fathimiah itu, Abdurrahman III mendapat bantuan dari penduduk Afrika Barat, dan ia berhasil menaklukan sebagian wilayah tersebut. Akan tetapi, kemenangan itu hanya bersifat sementara karena tak lama kemudian datang serangan yang sangat hebat yang datang dari suku-suku Kristen, sehingga pasukan Abdurrahman III terdesak ke luar Afrika.
Kebesaran khalifah Abdurrahman telah melambung tinggi hingga ke Konstatinopel, Italia, Perancis dan Jerman. Negara-negara ini berusaha menjalin hubungan kerja sama dengan mengirim duta besar mereka ke Andalusia. Hal ini membuktikan bahwa Abdurrahman III tidak hanya sebagai seorang Khalifah yang memuliki kepedulian di bidang militer atau hal-hal yang berkaitan dengan persoalan dalam negeri, tetapi juga sangat peduli dalam bidang diplomatik. Hubungan diplomatik ini akan sangat membantu kerja khalifah di luar negeri.
c.     Mendirikan angkatan laut.
Untuk memberikan keamanan yang terbaik bagi rakyatnya, maka Abdurrahman melakukan kebijakan dalam bidang militer. Salah satu kebijakan yang diambil adalah rekruitmen atau pengangkatan tentara dari masyarakat non-Arab, terutama dari bangsa Franka, Italia dan Slavia. Mereka didik secara militer, sehingga menjadi pasukan yang terlatih dan terampil berperang, selain sangat patuh terhadap khalifah. Salah satu alasannya karena ia tidak suka terhadap para bangsawan dan masyarakat Arab yang seringkali melakukan gerakan perlawanan dan menentang kebijakan-kebijakan yang dibuat Khalifah Abdurrahman III.
Kebijakan ini tentu saja menimbulkan amarah dari para bangsawan Arab, sehingga mereka melakukan pemberontakan. Sayangnya, pemberontakan mereka dapat dikalahkan oleh pasukan Abdurrahman III ini. Dalam pertempuran Al-Khandaq dan pengepungan kota Zamora, militer Arab menderita kekalahan besar sehingga mereka tidak dapat berkutik lagi.
Konflik internal Umat Islam antara Khalifah Bani Umayyah dengan Khalifah Fathimiah di Afrika saat itu, melahirkan ide besar Abdurrahman III. Untuk menguasai jalur Laut Tengah dan benua Afrika, Khalifah memerlukan angkatan laut yang cukup besar. Untuk itulah ia membentuk armada angkatan laut yang dilengkapi dengan 300 buah kapal perang. Dengan kekuatan ini, pasukan Umayyah berhasil menguasai Ceuta (Septah) di ujung benua Afrika Utara, sehingga dengan mudah menguasai wilayah-wilayah lain di sekitar Ceuta.
d.     Membangun Kota Cordova Pada awalnya kota Cordova merupakan kota kecil yang tidak memiliki daya tarik bagi bangsa lain. Namun setelah khalifah Abdurrahman III berhasil menguasai kota Cordova, maka ia menjadikan kota Cordova sebagai kota terbesar dan termegah di dunia saat itu. Kebesaran dan kemegahan kota tersebut ditandai dengan adanya istana dan bangunan gedung-gedung mewah, masjid-masjid besar, jembatan yang kokoh dan panjang yang melintasi sungai Wail Kabir dan Madinah Al-Zahra, sebagai salah satu kota kecil dan mungil yang terletak di salah satu penjuru Cordova. Pada masa itu, Cordova memiliki 300 masjid besar, 100 istana megah, 1.300 gedung dan 300 buah tempat pemandian umum.
Selain itu, pembangunan irigasi dan pertanian menjadi ciri utama kota tersebut, sehingga hasil pertanian menjadi salah satu barang komoditi yang bisa diperdagangkan. Disamping itu, terdapat perkembangan lain di kota ini, dan hal yang tak kalah pentingnya adalah pengembangan ilmu, pengetahuan dan peradaban Islam, sehingga Cordova di kenal sebagai pusat peradaban Islam di Barat.
e.     Memajukan ilmu pengetahuan Abdurrahman III tidak hanya mampu mengendalikan kondisi politik ke yang lebih baik dan beberapa pembangunan yang terus mengalami kemajuan, malainkan juga berhasil memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ia juga memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang berkaitan dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan itu. Misalnya, ia banyak mendirikan lembaga pendidikan dan perpustakaan, sehingga pada masanya banyak sarjana yang lahir sebagai intelektual muslim yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Sehingga Cordova menjadi pusat perhatian dan kunjungan para sarjana atau pencari ilmu dari berbagai negara di Eropa, Asia Barat dan Afrika.
5.  Al-Hakam (350-366 H/961-976 M) Al-Hakam II adalah putra Abdurrahman III. Ia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai khalifah dalam usia 45 tahun. Dalam sejarah pemerintahan Khalifah Bani Umayyah di Andalusia, ia dikenal sebagai salah seorang pemimpin yang cinta damai. Setiap persoalan yang dihadapi, selalu diselesaikan lewat jalur perdamaian. Meskipun begitu, dalam hal-hal tertentu, ia termasuk pemimpin yang tegas. Misalnya pemberontakan yang dilakukan oleh suku Lyon di bawah pimpinan Sancho, Al-Hakam memberantas hingga dapat ditaklikkan. Semula Sancho beranggapan bahwa Al-Hakam tidak akan mungkin menumpas mereka dengan cara-cara kekerasan, karena ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang cinta damai. Namun, anggapan itu sangat keliru dan diluar dugaan Sancho sendiri. Sebab Al-Hakam mengambil kebijakan lain bahwa pemberontakan Sancho ini tidak dapat dibiarkan, karena akan mengganggu stabilitas dan keamanan negara. Karena itu, Al-Hakam mengirim pasukan untuk memberantas gerakan Sancho yang berusaha ingin memisahkan diri dari wilayah kekuasaan Al-Hakam.
Selain itu, Untuk mengatasi konflik antara Bani Umayyah di Andalusia dengan Dinasti Fathimiah di Afrika Utara, ia mengutus Ghalib untuk menekan kekuatan Fathimiah. Ghalib berhasil menaklukan wilayah Afrika Utara dan beberapa suku Barber, seperti suku Barber di Maghrawa, Mikansa dan Zenate mengakui kepemimpinan Al-Hakam. Al-Hakam bukan hanya sebagai seorang khalifah yang baik, tapi juga cerdik dan terdidik. Sehingga ia bisa menempatkan kebijakan sesuai pada tempatnya. Apabila dibutuhkan sikap tegas, maka semua itu sudah dipikirkan dengan masak semua akibat yang akan terjadi. Karena dengan cara-cara seperti ini, keamanan dan kedamaian dapat diwujudkan. Ketika situasi semakin aman, maka pembangunan akan dapat dilaksanakan dengan baik.
Al-Hakam Setelah berhasil mengamankan situasi pilitik dalam dan luar negeri, ia melaksanakan pembangunan pendidikan. Ia mengirim sejumlah utusan keseluruh wilayah Timur untuk membeli buku-buku dan manuskrip-manuskrip, atau menyalinnya jika buku yang dibutuhkan tidak dapat dibeli, sekalipun dengan harga yang mahal. Semua buku dan manuskrip itu diperintahkan untuk dibawa ke Cordova sebagai bahan ajar bagi semua orang yang ingin menuntut ilmu pengetahuan.
Salahh satu keberhasilannnya dalam gerakan ini, adalah mengumpulkan lebih kurang 400.000 buku yang disimpan di perpustakaan negara di Cordova. Sementara katalog perpustakaan ini terdiri dari 44 jilid. Para ilmuan, ulama dan filosuf, dapat dengan bebas menggunakan bahan-bahan tersebut. Untuk meningkatkan kecerdasan rakyatnya, ia mendirikan sejumlah sekolah di ibukota Cordova. Hasilnya, seluruh rakyat Andalusia dapat menulis dan membaca. Sementara itu, umat Kristen Eropa kecuali para pendeta, tetap berada dalam kebodohan dan tidak dapat tulis baca.
Jasanyya yang paling besar dalam dunia pendidikan adalah : mendirikan sebuah perguruan tinggi terkenal, yaitu Universitas Cordova, selain mendirikan masjid-masjid dn pembangunan kota Madinah Al-Zahra.
6.   Hisyam II (366-399 H/976-1009 M) Hisyam II adalahh pewaris dari Al-Hakam. Ketika ia menjabat sebagai khalifah, usianya sekitar sepuluh tahun lebih. Karena usianya yang masih belia, maka kekuasaan sementara dipegang oleh ibunya bernama Sulthana Subh dan Muhammad Ibn Abi Amir yang bertindak sebagai perdana menteri. Ternayta Muhammad Ibn Abi Amir adalah orang yang sangat haus kekuasaan. Sebab, setelah ia berhasil memposisikan diri sebagai perdana menteri, ia kemudian menambah gelarnya dengan sebutan Hajib Al-Manshur. Ia merekrut tenaga militer dari kalangan suku Barber menggantikan militer Arab.
Dengan kekuatan militer dari suku Barber ini, ia berhasil menundukkan kekuatan Kristen di wilayah Andalusia, dan berhasil memperluas pengaruh Bani Umayyah di Barat laut Afrika. Akhirnya, ia berhasil memegang seluruh cabang kekuasaan negara. Sementara sang khalifah tidak lebih hanya sebagai boneka permainannya. Selain itu, surat-surat resmi dan maklumat negara diterbitkan atas nama Hajib Al-Mansur. Untuk memperkuat posisinya, tak jarang ia melakukan tindakan keji, seperti menyingkirkan calon-calon khalifah atau para pangeran Islam yang akan menduduki jabatan khalifah Bani Umayyah di Andalusia.
Al-Mansur adalah seorang perdana menteri yang juga ilmu pengetahuan. Ia berusaha mengumpulkan karya-karya dari berbagai penjuru untuk kemudian dibawa ke Andalusia, sehingga banyak di antara mereka berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan yang sangat dibutuhkan umat manusia saat itu. Hasil kerja keras dan kreatifitas mereka benar-benar dihargai sebagai sebuah karya besar. Tidak hanya itu, bahkan kebutuhan mereka terpenuhi, sehingga mereka tidak melakukan pekerjaan lain untuk kebutuhan keluarga.
Jasa dalam biodanng pembangunan adalahh mendirikan kota  Al-Zahirah, dan memindahkan kantor-kantor pemerintahan di kota tersebut. Di kota inilah ia mencoba memproklamirkan dirinya sebagai seorang khalifah dengan gelar Al-Malik Al-Mansur. Ternyata usaha yang dilakukan berupa pendirian kota dan pemindahan semua kantor negara dan kas negara ke kota tersebut merupakan salah satu rencana besarnya untuk merebut kekuasaan dan menjadi penguasa tunggal di Andalusia. Bahkan namanya tercantum di dalam mata uang negara saat itu.
Akhir pemerintahannya, telah terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Muhammad. Pemberontak ini berhasil meruntuhkan kekuasaan Hisyam dan menurunkannya dari jabatan khalifah. Kemudian Muhammad menggantikan kedudukan Hisyam dengan memakai gelar Al-Mahdi. Setelah menduduki jabatan tersebut, ia berusaha menyerang Sanchol dan pasukannya, sehingga Al-Mahdi berhasil menangkap dan memenjarakan Sanchol. Tidak lama setelah itu, Al-Mahdi pun meninggal dan posisinya digantikan oleh Sulaiman. Namun, kepemimpinan Sulaiman tidak sehebat Al-Mansur dan generasi sebelumnya yang berhasil membangun peradaban dan menciptakan kedamaian dan ketentraman warganya.
Hajib Al-Mansur dikenal sebagai seorang perdana menteri yang berhasil membangun negara dan memakmurkan rakyatnya. Sehingga Islam dan masyrakatnya menjadi sebuah negara dan masyarakat yang kaya dan diperhitungkan di daratan Eropa ketika itu. Kemajuan peradabann Islam di Andalusia Diantara tahun (711-1498 M) umat Islam di Andalusia telah membuka lembaran baru bagi sejarah perkembangan intelektual Islam, bahkan sejarah intelektual dunia. Para penguasa tidak hanya menyalakan suluh kebudayaan dan peradaban maju, juga sebagai media penghubung ilmu pengetahuan dan filsafat yang telah berkembang pada masa-masa sebelumnya, terutama pada jaman Yunani dan Romawi.
Andalusia pada masa pemerintahan Arab Muslim menjadi pusat peradaban tinggi. Para ilmuan dan pelajar dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke negeri ini untuk menuntut ilmu pengetahuan. Kota-kota di Andalusia, seperti Granada, Cordova, Seville dan Toledo merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan tempat tinggal kaum intelektual. Selain itu, kota-kota tersebut juga menjadi temapt atau markas tenatra terkenal. Mereka orang-orang terpilih, terdidik dan pandai, sehingga menjadi panutan masyarakat dan model dalam berbagai bidng keahlian. Beberapa cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di Andalusia. Diantaranya:
1.  Kedokteran
Diantara ahli kedokteran yang terkenal pada saat itu antara lain adalah Abu Al-Qasim Al-Zahrawi. Di Eropa ia dikenal dengan nama Abulcassis. Beliau adalah seorang bedah ahli terkenal dan menjadi dokter istana. Ia wafat pada tahun 1013 M. Di antara karyanya yang terkenal adalah Al-Tasrif  terdiri dari 30 jilid. Selain Al-Qasim, terdapat seorang filosuf besar bernama Ibn Rusyd yang juga ahli di bidang kedokteran. Di antara karya besarnya adalah  Kulliyat Al-Thib.
2.  Ilmu Tafsir
Beberapa ulama’ tafsir yang mucul masa masa itu adalah : Al-Baqi, Ibn Makhlad, Al-Zamakhsyari  dengan karyanya Al-Kasysyaf, dan Al-Thabary. Selain mereka, terdapat ahli tafsir terkenal saat itu, yaitu Ibn ’Athiyah. Kebanyakan tafsir yang dibuat mengandung cerita israiliyat. Kebanyakan tafsir yang dibuat mengandung cerita israiliyat. Kumpilan tulisannya itu kemudian dibukukan oleh Al-Qurthubi.
3.   Ilmu Fiqh
Demikian juga dengan ulama’ fiqih. Pada saat itu telah bermunculan sebagai tanda berkemangnya ilmu fiqih. Diantara nama-nama ulama’ fiqih (fuqaha) yang muncul. Mereka antara lain adalah Abdul Malik Ibn Habib Al-Sulami, Yahya Ibn Laits dan Isa Ibn Dinar. Mereka adalah ahli fiqh mazhab Maliki. Di antara mereka yang paling berperan dalam pengembangan mazhab ini adalah Abdul Malik Ibn Habib dan Ibn Rusyd dengan karyanya Bidayah Al-Mujtahid. Ibnu Rusyd menggunakan metode perbandingan terhadap pemikiran-pemikiran fiqh yang berkembang saat itu.
4.     Ilmu  Ushul Al-Fiqh
Selain perkembangan dalam bidang ilmu fiqh, terdapat pula perkembangan ilmu ushul al-fiqh (filsafat hukum Islam). Ibn Hazm dan Al-Syatibi adalah dua tokoh terkenal sangat produktif dalam bidang ini. Di antara karyanya adalah Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam  karya Ibn Hazm dan Al-Muwafaqat  karya Al-Syatibi.
5.     Ilmu Hadits
Selain ilmu yang penulis sebutkan di atas juga ada beberapa ilmu lainnya , seperti ; ilmu Hadits. ilmu hadits saat itu juga menjadi perhatian para ulama di Andalusia. Kebanyakan mereka belajar dari Timur, seperti di Bagdad. Di antara ahli ilmu hadits adalah Abdul Walid Al-Baji  yang menulis buku Al-Muntaqal.
6.   Sejarah dan Geografi
Ada saat itu pula muncul penulis-penulis terkenal, yaitu Ibn Abdi Rabbi’  dan Ali Ibn Hazm. Keduanya adalah penulis dan pemikir muslim kenamaan pada abad ke-11 M. Mereka telah menulis lebih dari 400 judul dalam bidang sejarah, teologi, hadits, logika, syair dan cabang-cabang ilmu lainnya. Pada masa ini juga muncul banyak ilmuan yang menekuni bidang sejarah dan geografi. Mereka antara lain adalah Ibn Khaldun, Ibn al-Khatib, Al-Bakry, Abu Marwan Hayyan Ibn Khallaf, yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Hayyan. Salah satu karya monumental Ibn Haldun adalah Al-Mukaddimah.
7.  Astronomi
Ilmu astronomi pada saat itu juga mengalami perkembangan yang luar biasa. Para ahli ilmu perbintangan muslim saat itu berkeyakinan bahwa radiasi bintang-bintang besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan kerusakan di muka bumi ini. Al-Majiriyah dari Cordova, Al-Zarqali  dari Toledo dan Ibn Aflah  dari Seville, merupakan para pakar ilmu perbintangan yang sangat terkenal saat itu.
8.      Ilmu Fisika
Sementara itu kemajuan dalam bidang ilmu fisika ditandai dengan munculnya sejumlah fisikawan muslim terkenal. Di antara mereka adalah Al-Zahrawi dan Al-Zuhry. Selain terkenal dalam bidang fisikawan, mereka terkenal sebagai dokter. Al-Zahrawi hidup pada masa Al-Hakam II, sedang Al-Zuhry pada masa Abu Yusuf Ya’kub Al-Mansur, Ubaidillah Al-Muzaffar Al-Bahily, selain sebagai fisikawan, juga dikenal sebagai pujangga.
9.    Filsafat
Dalam beberapa sejarah Islam telah disebutkan, bahwa Islam di Andalisia telah memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan intelektual muslim. Agama ini menjadi jembatan penghubung antara peradaban dan ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12 M. Minat untuk mengkaji dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan sudah dilakukan pada masa pemerintahan Bani Umayyah, yakni sejak abad ke-9 M pada masa pemerintahan Muhammad Ibn Abdurrahman (832-976 M), ketika ia memerintahkan kaum ilmuan dan orang-orang kepercayaannya untuk mencari data dan naskah-naskah dari Timur di bawa ke Barat untuk dikembangkan lebih lanjut. Sehingga perpustakaan-perpustakaan dan universitas-universitas di Cordova penuh dengan karya-karya intelektual muslim.
Kemajuan intelektual muslim Andalusia yang paling gemilang di bidang filsafat ditandai dengan munculnya banyak filosuf kenamaan, mereka antara lain adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya Ibn Bajjah, lahir di Saragosa, lalu pindah ke Seville dan Granada. Ia merupakan seorang filosuf terbesar yang pernah hidup pada abad ke-12 M. Selain sebagai seorang filosuf, dikenal pula sebagai seorang saintis, fisikawan, musisi, astronom dan komentator Aristoteles. Karyanya terbesar antara lain adalah Tadbir Al-Mutawahhid.
Selain Ibn Bajjah, filosuf terkenal kedua adalah Abu Bakar Ibn Thufail, lahir di Granada. Ia banyak menulis ilmu kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang cukup terkenal adalah Hay Ibn Yaqdzan (Si Hidup bin Si Bangkit). Kemudian pada akhir abad ke-12, lahirlah seorang filosuf terkenal bernama Ibn Rusyd, lahir di Cordova pada tahun 1126 M. Ia memiliki keahlian tersendiri dalam mengomentari karya-karya filsafat Aristoteles. Pemikiran yang dikembangkannya sangat rasional. Karena begitu besarnya pengaruh pemikiran Ibn Rusyd di kalangan kaum intelektual Barat, maka pemikiran yang dikembangkannya dikenal dengan istilah Avveroisme. Ideologi pemikiran inilah yang membuka cakrawala pemikiran filsafat bangsa Barat. Sehingga bangsa Barat mengalami perkembangan yang sangat maju pada masa-masa sesudahnya.
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abdurrahman al-Dakhil, Abdurrahman al-Wasith dan Abdurrahman al-Nashir. Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah yang terpenting diantara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah Muhammad ibn Abdurrahman (852-886) dan al-Hakam II al-Muntashir (961-976).
Toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam di Spanyol. Untuk orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-masing. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk, terdiri dari berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya masing masing.
Meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur, sambil membawa buku-buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan politik pada masa Muluk al- Thawa’if dan sesudahnya tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu, bahkan merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordova. Kalau sebelumnya Cordova merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di Spanyol, Muluk al Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang diantaranya justru lebih maju.
B.  Faktor Pendorong Kemajuan Islam di Andalusia
Banyak suku, agama, dan ras hidup bersama-sama di Al-Andalus, dan masing-masing menyumbang terhadap kemajuan intelektual di Andalus. Buku-buku jauh lebih tersebar luas di Al-Andalus dibanding di negara lainnya di Barat. Sejarah intelektual Al-Andalus terlihat dari hasilnya berupa banyaknya ilmuwan Islam dan Yahudi.
Kemajuan intelektual Al-Andalus bermula dari perseturuan intelektual antara Bani Umayyah yang menguasai Al-Andalus, dengan Bani Abbasiyah yang berkuasa di Timur Tengah. Penguasa Umayyah berusaha memperbanyak perpustakaan dan lembaga pendidikan di kota-kota Al-Andalus seperti Cordova, untuk mengalahkan ibukota Abbasiyah Baghdad. Walaupun Bani Umayyah dn Bani Abbasiyah saling bersaing, kedua kekhalifahan ini mengizinkan perjalanan antara kedua kekhalifahan ini dengan bebas, yang membantu penyebaran dan pertukaran ide serta inovasi dari waktu ke waktu.
Pada abad ke-10, kota Cordova memiliki 700 masjid, 60.000 istana, dan 70 perpustakaan, dan salah satu perpustakaan yang terbesar memiliki hingga 500.000 naskah. Sebagai perbandingan, perpustakaan terbesar di Eropa Kristen saat itu memiliki tak lebih dari 400 naskah, bahkan pada abad ke-14 Universitas Paris baru memiliki sekitar 2.000 buku. Perpustakaan, penyalin, penjual buku, pembuat kertas, dan sekolah-sekolah di seluruh Al-Andalus menerbitkan sebanyak 60.000 buku tiap tahunnya, termasuk risalah, puisi, polemik dan antologi. Sebagai perbandingan, Spanyol modern menerbitkan rata-rata 46.300 buku tiap tahunnya, menurut UNESCO.
Kuttab Dengan semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam, maka didirikanlah lembaga-lembaga pendidikan seperti Kuttab dan masjid. Pada lembaga ini siswa-siswanya mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan di antaranya adalah:
1. Fiqih Pemeluk Islam di Andalusia menganut mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi Fiqih dari mazhab Imam Malik. Tokoh-tokoh yang termasyhur disini di antaranya ada Ziyad ibnu Abd. Ar-Rahman dan dilanjutkan oleh Ibn Yahya. Yahya sempat menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Rahman, dan masih banyak nama-nama lain, seperti Abu Bakar ibn al-Qutiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi, dan Ibnu Hazm yang sangat populer di kala itu.
Santri pada kuttab mendapatkan pelajaran yang cukup lengkap dari ulama-ulama yang ahli di bidang ilmunya, sehingga para siswanya lebih cepat menyerap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, sehingga menumbuhkan minat belajar di kala itu.
2.  Bahasa dan Sastra Bahasa Arab menjadi bahasa resmi ummat Islam di Andalusia, bahasa ini dapat dipelajari di kuttab, bahkan kepada siswanya diwajibkan untuk selalu melakukan dialog dengan memakai bahasa resmi Islam, sehingga bahasa ini menjadi cepat populer dan menjadi bahasa keseharian. Tokoh-tokoh bahasa pada saat itu adalah: Ibn Sayidih, Ibn Malik, Ibn Khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isybili, Abu al-Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi.
Adapun tokoh-tokoh di bidang Sastra: Ibn Abd Rabbih, Ibn Bassam, dan Al-Fath ibn Khaqan.
3. Musik dan Seni Di andalusia berkembang musik-musik yang bernuansa Arab yang merangsang tumbuhnya nilai-nilai kepahlawanan. Banyak tokoh musik dan seni bermunculan ketika itu, diantaranya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Ziryab (789 – 857).
Ziryab selalu tampil pada acara-acara penjamuan kenegaraan di Cordova, karena ia merupakan aransmen musik yang handal dan piawai pula mengubah syair-syair lagu yang pantas dikonsumtifkan kepada seluruh lapisan dan tingkat umur. Kepiawaiannya bermusik dan seni membuat ia menjadi orang yang termasyhur di kala itu. Ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas sangat cepat.
Pendidikan Tinggi Pendidikan Tinggi di Andalusia merupakan tonggak sejarah peradaban, kebudayaan dan pendidikan pada abad kedelapan dan akhir abad ketiga belas. Universitas Cordova yang berdiri tegak bersanding dengan Masjid Abdurrahman III, yang pada akhirnya berkembang menjadi lembaga pendidikan tinggi yang terkenal setara dengan Universitas Al-Azhar di Cairo dan Universitas Nizamiyah di Baghdad.
Perpustakaannya saat itu tiada tandingannya, dari 70 perpustakaan tersebut mencakup 500.000 naskah dan menampung kurang lebih empat juta buku yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Buku-buku ini dikonsumtifkan untuk seribu lebih mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Selain itu terdapat juga Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Pada perguruan tinggi ini diajarkan ilmu kedokteran, astronomi, teologi, hukum Islam, kimia, dan lain-lain. Namun, secara garis besarnya pada perguruan tinggi di Andalusia terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan, yaitu:
1.     Filsafat Sejarawan Said Al-Andalusi menulis bahwa Khalifah Abdurrahman III (912-961) mengumpulkan sejumlah besar buku dan memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang mempelajari kedokteran dan "ilmu-ilmu kuno". Penggantinya Khalifah Al-Hakam II (Al-Mustansir), membangun sebuah universitas dan sejumlah perpustakaan di Kordoba. Kordoba menjadi salah satu pusat pembelajaran kedokteran dan filosofi terkemuka di dunia.
Namun ketika anak Al-Hakam II Hisyam II naik takhta (976), kekuasaan yang sebenarnya berada di tangan Al-Mansur bin Abi Amir. Ia merupakan tokoh agama yang tidak menyukai ilmu pengetahuan, sehingga banyak buku yang dikumpulkan dengan susah payah oleh Al-Hakam II dibakar di depan umum. Setelah kematian Al-Mansur pada 1002, filosofi di Al-Andalus bangkit kembali. Sejumlah cendikiawan terkenal bermunculan, termasuk Maslamah Al-Majriti (?-1008), seorang petualang berani yang menjelajahi daerah-daerah Islam dan daerah lain, dan tergabung dalam organisasi Ikhwan As-Shafa. Al-Majriti membantu penerjemahan karya Ptolemeus Almagest, membuat dan memperbaiki berbagai tabel astronomi, dan mempelopori geodesi serta triangulasi.
Murid Al-Majriti yang terkenal adalah Abu Hakam Al-Kirmani, yang kemudian menjadi guru bagi filsuf dan dokter terkemuka Ibnu Bajjah (Avenpace). Tokoh utama dalam sejarah filsafat Arab-Andalusia adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Yahya ibnu Al-Sha’ig yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Orang Barat menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/abad ke-11 M.
Tokoh yang lainnya terdapat nama Abu Bakr ibnu Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1185 M.
Pada akhir abad ke-12 M muncul seorang pengikut Aristoteles yang terbesar dalam kalangan filsafat Islam, ia bernama Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Rusdy dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M, yang terkenal dengan nama Ibnu Rusyd. Kepiawaiannya dalam ilmu hukum, sehingga dia diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung di Cordova (Qadhi al-Qudhat).
Dengan adanya toleransi terhadap Yahudi di Al-Andalus, dan mundurnya pusat kebudayaan Yahudi di Babilonia, Al-Andalus menjadi pusat pemikiran-pemikiran intelektual Yahudi. Penulis-penulis seperti Judah Halevi (1086-1145) dan Dunash ben Labrat (920-990) memiliki sumbangan terhadap kehidupan Al-Andalus, dan lebih penting lagi memberikan sumbangan bagi perkembangan filosofi Yahudi. Puncak dari filsafat Yahudi adalah pemikir Yahudi asal Al-Andalus Maimonides (1135-1205), yang menerbitkan karya-karyanya di Maroko dan Mesir, karena menghindari dinasti Muwahidun yang berkuasa dengan keras di Al-Andalus. Ia mengarang buku Panduan bagi yang Bingung, dan memperbaharui hukum Yahudi, sehingga dijuluki "Musa baru" (nama depan Maimonides sendiri adalah Moses/Musa).
2.  Kedokteran Dokter dan tabib dari Al-Andalus memiliki sumbangan yang penting bagi bidang kedokteran, termasuk anatomi dan fisiologi. Di antaranya adalah Abul Qasim Az-Zahrawi (Abulcasis), "bapak ilmu bedah modern", yang menuliskan Kitab at-Tashrif, buku penting dalam kedokteran dan ilmu bedah. At-Tashrif merupakan ensiklopedia yang terdiri dari 30 volume, yang kemudian diterjemahkan ke Bahasa Latin dan digunakan dalam sekolah kedokteran di kebudayaan Eropa maupun Islam selama berabad-abad.
3.  Sains Dalam bidang ini bermunculan tokoh-tokoh ilmuwan seperti Abbas Ibn Farnas termashyur dalam ilmu kimia dan astronomi orang yang pertama menemukan pembuatan kaca dari batu, Ibrahim bin Naqqash dalam bidang astronomi dapat menentukan kapan terjadinya gerhana matahari dan kapan lamanya, ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Abbas dari Cordova ahli dalam bidang obat-obatan dan banyak lagi tokoh-tokoh yang disebutkan namun sangat besar jasanya dalam perkembangan dan pencerahan ilmu pengetahuan pada masa itu. Diantara Faktor Pendukung Perkembangan Islam Di Andalusia
a.   Adanya dukungan dari penguasa, membuat pendidikan Islam cepat sekali majunya, karena penguasa sangat mencintai ilmu pengetahuan dan berwawasan jauh ke depan.
b.   Adanya beberapa sekolah dan universitas di beberapa kota di Andalusia yang sangat terkenal (Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada).
c.   Banyaknya para sarjana Islam yang datang dari ujung Timur dan ujung barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku dan berbagai gagasan. Ini menunjukkan bahwa, meskipun ummat Islam terdiri dari beberapa kesatuan politik, terdapat juga apa yang disebut kesatuan budaya Islam.
d.   Adanya persaingan antara abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Andalusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas di Baghdad yang merupakan persaingan positif, tidak selalu dalam peperangan.
Selain itu pemerintah juga memberikan subsidi yang banyak terhadap pendidikan, yakni dengan murahnya buku-buku bacaan, atau diberikan penghargaan yang tinggi berupa emas murni kepada penulis atau penerjemah buku, seberat buku yang diterjemahkannya. Pemerintah juga memberikan subsidi kepada makanan pokok, sehingga masalah pengisian kepala dan pengisian perut tidak terlalu dihiraukan lagi dan relatif murah dijangkau serta didapat oleh masyarakat.
C.  Ibrah Kemajuan Islam di Andalusia
BAB III
KERUNTUHAN PERADABAN ISLAM DIANDALUSIA
A.  Keruntuhan Peradaban Islam di Andalusia
B.  Faktor Pendorong Kehancuran Islam di Andalusia
Ada beberapa penyebab kemunduran dan kehancuran islam di Andalusia sekaligus menunjukkan kekuatan Islam di Andalusia tak berdaya lagi. Kemajuan dan kejayaan yang pernah dinikmati oleh umat islam Andalusia selama berabad-abad sekarang hanya tinggal sejarah yang dapat dibaca, dikenang dan menjadi pelajaran yang berharga diantara penyebab kemunduran dan kehancuran itu antara lain :
1.   Konflik Agama
Para penguasa tidak menyebarkan islam secara kaffah, sehingga para umat Kristen masih tetap beragama Kristen di Andalusia, mereka diberi kebebasan menjalankan ajaran agama yang pada akhirnya mereka mengadakan penyerangan balik terhadap Islam. Disamping itu pula orang-orang Andalusia Kristen merasa kehadiran orang Arab Islam memperkuat rasa kebangsaan mereka, maka penyerangan terhadap islam tidak pernah terhenti sejak awal pemerintahan Islam di Andalusia.
2. Ideologi Perpecahan
Di tempat-tempat lain para mualaf diperlakukan sebagi orang sederajat, di Andalusia, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai pada abad ke-10 M, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan Muwalladun kepada para kelompok etnis non Arab.
3. Krisis Ekonomi
Andalusia Islam bagaikan terpencil dari dunia islam yang lain, ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.
Umat Kristiani juga tidak lagi jujur membayarkan upetinya kepada penguasa Islam, mereka berdalih guna upeti dan pajak tidak lagi dikumpul kepada penguasa. Sering terjadi perampokan yang diskenario oleh kelompok Kristiani, dan pada akhirnya menuduh umat Islam yang berbuat aniaya kepadanya.
Dipertengahan kekuasaan Islam pada masa itu, pemerintah lebih mengutamakan kemajuan pendidikan dan lupa menata perekonomian, sehingga melemahkan ekonomi negara dan kekuatan militer serta politik.
4. Peralihan Kekuasaan
Pola yang masih dipertahankan umat Islam dalam menggantikan tampuk kepemimpinan kadang jauh dari kelayakan. Sebagaiman bukti sejarah yang mengangkat seorang raja atas pertimbangan keturunan yang masih berusia belasan tahun. Peralihan kekuasaan seperti ini sering keliru dalam mengambil keputusan, dan kadang kala terdapat kesalahan besar dan fatal akibatnya, baik terhadap pamornya, maupun kestabilan kedaulatan dalam negeri Islam sendiri. Dengan demikian, tidak ada lagi kekuatan Islam untuk membendung kebangkitan Kristen di daerah ini.
Pada 1469, terjadi pernikahan antara Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella dari Kastilia yang mengisyaratkan serangan terhadap Granada, yang direncanakan secara hati-hati dan didanai dengan baik. Ferdinand dan Isabella kemudian meyakinkan Paus Siktus IV untuk menyatakan perang mereka sebagai perang suci atau perang salib
C.  Ibrah Kehancuran Islam di Andalusia
Jika diteliti dari sudut perkembangan dan kemajuan Islam di Andalusia, jelas menunjukkanbahawa pemerintahan Islam telah mementingkan kemajuan intelektual dan keilmuan di samping perkembangan industri dan pertanian. Namun, disebabkan beberapa masalah dalaman yang berlaku, pemerintahan Islam akhirnya tidak dapat bertahan dan terpaksa menyerahkan penguasaan mereka selama hampir 8 abad itu kembali kepada Kristian.
Antara punca yang dilihat melemahkan umat Islam ketika itu dan boleh dijadikan iktibar kini ialah:
1.    Perebutan kuasa dikalangan pemimpin yang mentadbir wilayah.
Ini dapat dilihat pada peringkat awal pemerintahan Andalusia di mana para pemimpin sering berselisih dalam hal ehwal pentadbiran. Gangguan dari dalam ini telah menyebabkan ketidakseimbangan berlaku. Di antara pergolakan itu berupa perselisihan di antara elite penguasa, terutama akibat perbezaan ras dan etnik. Disamping itu, terdapat perbezaan pandangan antara khalifah di Damsyik dan gabenor Afrika Utara yang berpusat di Kairawan. Masing-masing mengaku bahawa merekalah yang paling berhak menguasai Andalusia ini. Oleh kerana itu, tidak hairanlah penggantian pemerintah atau wali (gabenor) berlaku lebih daripada dua puluh kali dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbezaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara sesama mereka lalu merencatkan pembangunan tamadun umat di sana.
2.    Tidak mempunyai sifat ketaatan kepada kepimpinan sehingga mereka tidak mahu mengikut nasihat khalifah. 
Akhirnya, anasir-anasir tidak puas hati itu membawa kepada perancangan untuk merampas kekuasaan dikalangan umat Islam, sedihnya dengan melibatkan kerjasama dengan pihak musuh.
3.    Wujudnya golongan yang ingin menghancurkan mereka dari dalam seperti golongan yang inginbekerjasama dengan musuh tanpa mengambil kira untuk memperkuatkan ikatan dalaman sesama mereka.
Manakala kejayaan mereka yang boleh dijadikan iktibar ialah:
1. Andalusia telah membuka ruang untuk memastikan supaya sekiranya kita ingin sentiasamaju kehadapan, kita harus bersikap terbuka kepada pemikiran-pemikiran kreatif dan idea-idea yang inovatif. Mereka telah mencapai kejayaan dari segi sains dan teknologi kerana menggalakkan suasana intelek dan tidak rigid dengan kemasukan ilmu-ilmu moden.
2. kecemerlangan Andalusia dalam bidang pertanian dan industri memungkinkan kita untuk mempertingkatkan kemajuan dalam bidang ini dengan bantuan teknologi maklumat, dan mengambil nikmat bioteknologi untuk dikembangkan dalam sektor ini agar pertaniantidak lagi dipandang enteng.
3. Lahirnya ilmuwan seperti Ibn Bajjah (1082 – 1138M), Ibn Zuhr (1091 – 1162M) dan lain-lain menuntut kita melahirkan cendikiawan Muslim yang versatile, mahir dari segi ilmu turath dan juga ilmu moden yang mampu untuk meninggalkan jejaknya yang tersendiri di dunia ini. Generasi ilmuwan moden ini harus dibina jati diri mantap agar memberi manfaat kepada pembangunan negara.
4. Ketamadunan yang dibina telah meninggikan Eropah yang pada waktu tersebut beradapada zaman kegelapan. Bandar Cordova di Andalusia dilihat sebagai Bandar yang terulung dikalangan Negara-negara Eropah yang lain dan mereka telah memajukan intelektualisme dari aspek falsafah, senibina, matematik, teologi, perubatan dan banyak lagi sehingga Islam gambarkan begitu kehadapan dalam soal ini. Mereka dapat me-asimilisasi-kan Islam dengan falsafah dan pusat kecemerlangan Greek sehingga ia menyumbang kepada keseluruhan negara Barat yang didominasi kaum Kristian.
5. Kejayaan mereka membina tamadun dalam keadaan mereka mempunyai berbagai bangsa dan penganut agama samawi juga sesuatu yang unik. Sudah pasti ia ada kaitan dengan kefahaman terhadap ajaran Islam yang dipraktikkan dalam bentuk siyasi. Rujukan tentunya terhadap contoh-contoh awal yang ditunjukkan oleh Khalifah Islam dalam memberi dan menjamin hak asasi setiap penganut agama yang mana mereka boleh hidup aman damai di bawah pemerintahan Islam. Contoh-contoh jaminan ini terus dilaksanakan sehingga ke wilayah pemerintahan Andalusia. Oleh sebab itu kita dapat menyaksikan sejarah di mana umat Islam, Kristian dan Yahudi saling membantu mewujudkan suasana keilmuan yang baik terutama di Cordova. Ini kelihatan begitu relevan dengan negara kita sekarang yang mempunyai berbagai latar bangsa dan penganut agama. Oleh itu, demi mencapai puncak kemajuan, kerjasama antara kaum ini harus diberi tumpuan yang wajar bagi meningkatkan kerjasama dan kefahaman dikalangan rakyat yang ada.

Penutup
Kecemerlangan Tamadun Islam Andalusia berakhir tanpa dapat dipertahankan oleh umat Islam. Ia jatuh di bawah pemerintahan kerajaan Sepanyol dan kekal sehingga hari ini. Kesanpeninggalan itu masih boleh dibanggakan walaupun hakikatnya tiada apa yang dapat diperolehi oleh umat Islam hasil peninggalan tersebut. Kejatuhan Andalusia kelihatan tidak memungkinkan ia kembali ditadbir oleh umat Islam. Pengalaman pahit ini harus dipelajari agar umat zaman kini tidak mengulangi kesilapan yang dilakukan pada ketika dahulu. Sejarah Andalusia itu sudah tidak dapat diperbaiki untuk manfaat wilayah itu, namun pastinya pengalaman atau pengajaran dapat diperolehi bagi manfaat generasi kini.
Walau bagaimanapun, kesediaan Eropah membuka kembali pintu pada abad moden ini dan memberi peluang kepada bangsa-bangsa lain berada di wilayah mereka telah sedikit sebanyak menyaksikan kemunculan kembali umat Islam di Eropah, termasuk di Andalusia.Pada hari ini, bilangan umat Islam di Andalusia semakin bertambah. 22 Walaupun pihak bukan Islam sedaya supaya seakan ingin mentalqinkan terus umat Islam di barat, tetapi nampaknya Islam semakin mendapat tempat dihati masyarakat Eropah. Jelaslah maksud ayat al-Quran surah al-Saff bahwa:
”mereka yakni orang-orang kafir berusaha untuk memadamkan cahaya Allah swt, namun Allah swt terus menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir itu benci.”

























































Tidak ada komentar:

Posting Komentar